Lanjutan dari Hal ..... 1
Di bawahnya terdapat hiasan burung garuda dengan tangan kiri membawa guci amerta, sementara tangan kanan diarahkan ke kanan dengan telapak tangan bersikap ‘kartarimudra’, yaitu jari telunjuk dan tengah membentuk seperti gunting, sementara tiga jari lain disatukan dengan ditekuk di bawahnya. Muka garuda menghadap ke arah depan dengan paruh yang terbuka. Berambut ikal, mata bundar melotot. Memakai kundala (anting), hara (kalung), keyura (kelat bahu), kankana (gelang), kuchabandha (ikat/hiasan dada), serta upavita (tali kasta).
Mengenakan kain bawah motif ‘jlamprang’ isian hiasan empat kelopak padma. Posisi kedua kaki seperti layaknya relief garuda yang terdapat pada candi Kidal dan arca dari Belahan, hanya saja kaki kiri garuda Belahan dan garuda candi Kidal, betis dan telapak kaki ditekuk dan tersembunyi di paha kiri. Sementara garuda ini betis dan telapak kaki kirinya dilempar keluar ke arah kiri, sehingga tampak seperti berlari. Kedua sayapnya dikembangkan lebar-lebar seperti garuda candi Kidal, sementara sayap garuda Belahan terkesan sebagian menutup (hal ini tentunya dipengaruhi oleh faktor bahan batunya yang tidak memungkinkan untuk menggambar sayap garuda yang mengembang penuh).
Gambar garuda tersebut di belakangnya sarat oleh hiasan suluran dan flora, sehingga menggambarkan pemandangan hutan, yang di bagian kanan-kiri figur garuda, sisi bawah dan atas, terdapat gambar figur manusia masing-masing berada dalam ceruk.
Figur manusia pada sisi kanan atas duduk dengan posisi kedua tangan bertumpu di atas kedua lutut kaki yang ditekuk ke atas (seperti seseorang sedang duduk di depan perapian). Kanan bawah, seseorang duduk dengan kaki kiri ditekuk ke atas, kaki kanan bersila, tangan kiri mengelus perutnya yang buncit, sementara tangan kanan berjuntai bertumpu, di depannya terdapat sebuah mangkuk.
Di kiri atas terdapat sosok yang sama dengan gambar kanan bawah. Sementara kiri bawah seseorang duduk samadi dengan sikap ‘padmasana’ dengan sikap tangan ‘dhyanamudra’, yaitu kedua telapak tangan disatukan di pangkuan kedua kakinya dengan telapak menghadap ke atas (mengingatkan kepada arca Budha Amitabha). Di belakang kepalanya ada ‘sirascakra’, yaitu lingkaran kesucian. Pada bagian ini terdapat 21 tempat batu permata yang batunya masih ada.
2. Bidang kedua (bagian tengah) terdapat gambar figur raksasa dalam sikap berdiri seolah-olah ‘pratyalidha’, yaitu kaki kanan ditekuk dan kaki kiri lurus. Berambut gimbal dengan hiasan ikat kepala sebagai mahkota dengan motif ‘dua tanduk’ (tanduk ini mirip tanduk kepala kala candi-candi Jawa Timur, terutama kepala kala candi Jago), yang ditengahnya terdapat hiasan bunga. Tangan kiri diayunkan ke samping kiri dengan sikap telapak tangan ‘abhayamudra’, sementara tangan kanan diarahkan ke samping kanan atas dengan membawa senjata gada.
Muka raksasa menghadap ke arah depan dengan mata bundar melotot, serta mulut yang menyeringai dengan gigi-gigi dan taringnya. Memakai kundala (anting), hara (kalung), keyura (kelat bahu), kankana (gelang), kuchabandha (ikat/hiasan dada), serta upavita (tali kasta). Juga mengenakan kain bawah motif ‘jlamprang’ isian hiasan empat kelopak padma, hanya isian yang ini lebih rumit dari isian motif jlamprang kain garuda.
Sama halnya dengan gambar garuda, latar belakang gambar raksasa inipun sarat oleh hiasan flora dengan pohon-pohon yang rindang yang menggambarkan pemandangan hutan, yang di bagian kanan-kiri figur raksasa sisi atas, terdapat figur-figur manusia berpakaian pertapa. Figur manusia pada sisi kanan atas duduk bersila di dalam ceruk, dengan tangan kanan diletakkan lurus ke bawah bertumpu, tangan kiri diletakkan dipangkuan paha kiri. Kanan atas, seseorang yang berdiri memandang ke arah seseorang yang duduk tadi dengan tangan kanan diangkat sejajar bahu, sedang tangan kiri berjuntai ke bawah. Jauh di belakangnya tampak sebuah bangunan balai dari kayu. Pada bagian ini terdapat 12 tempat batu permata yang batunya masih ada.
3. Bidang ketiga yang berada di bawah. Bergambar seseorang yang berdiri dengan posisi menari. Kedua tangan diangkat ke atas, dengan kedua telapak tangan menengadah ke atas. Sementara kedua kakinya ditekuk dengan kaki berjingkat. Figur ini berwajah raksasa dengan mata melotot dan mulut menyeringai. Mahkotanya adalah rambutnya yang disanggul tinggi (jata-makuta). Terdapat ‘sirascakra’ (lingkaran kesucian) di belakang kepalanya. Memakai kundala (anting), hara (kalung), keyura (kelat bahu), kankana (gelang), kuchabandha (ikat/hiasan dada), serta nupura (binggel). Pada bagian ini terdapat 5 tempat batu permata yang batunya masih ada.
4. Benda yang sarat dengan rangkain hiasan relief dan ornamen ini masih dihiasi dengan circir (kelintingan) pada sisi-sisi kanan dan kirinya, yang sekarang jumlahnya tinggal 13 buah.
Analisa Pembahasan
Dari hasil pemerian tersebut didapat beberapa identifikasi yang dapat digunakan sebagai landasan berpikir untuk menentukan kesejarahan maupun fungsi dari benda tersebut.
Beberapa identitas yang diperoleh adalah:
1. Gambar pergelangan dan telapak tangan kiri yang di dalamnya terdapat hiasan lidah api
2. Gambar burung garuda membawa guci amerta, mengenakan kain bawah motif jlamprang
3. Gambar raksasa membawa gada, mengenakan kain bawah motif jlamprang
4. Gambar figur manusia yang bersifat demonis sedang menari
5. Gambaran pemandangan hutan dengan beberapa orang yang sebagian berpakaian pertapa
6. Hiasan circir yang terdapat pada sisi-sisi kanan-kirinya.
Sebelum lebih jauh membahasnya, marilah kita tetapkan lebih dahulu bahwa benda tersebut merupakan artefak peninggalan pada masa Hindu-Budha, atas dasar motif sikap telapak tangan (mudra), garuda dengan amertanya, raksasa membawa gada, figur manusia yang berpakaian kedewaan bersifat demonis, serta hiasan flora sulur-sulur teratai yang mendasarinya.
Semua itu merupakan motif-motif pengaruh dari kepercayaan Hindu-Budha dari India.
A. Di Indonesia, lukisan tangan sejauh ini dapat ditelusuri dari peninggalan masa pra aksara dari leang Maros Sulawesi, yaitu cap-cap tangan kanan dan kiri dari manusia purba (Bernet Kempers, 1959; Hamka, 1980). Namun dalam hal hiasan tangan dan telapak tangan masa Hindu dan Budha, berhubungan dengan figur arca dewa. Di dalam ikonografi Hindu dan Budha, tangan dan telapak tangan berhubungan dengan sikap gerak tangan sebuah arca yang disebut hasta dan mudra.
Hasta adalah sikap lengan seluruhnya dengan sikap tangan beserta jari-jarinya, sedangkan Mudra adalah sikap telapak tangan beserta jari-jarinya (Maulana, 1984). Lukisan telapak tangan kiri dengan jari-jari yang terbuka, menunjuk kepada mudra tertentu. Hal ini mengingatkan kepada suatu kepercayaan tantra, yang dalam ritual upacaranya memiliki tiga aspek, yaitu: mudra, jari-jari yang berjalin dalam sikap-sikap tertentu; dharani, syair mistik dan mantra; serta dharana, yaitu konsentrasi yoga (Priastana, 2004).
Dalam hal ini mudra merupakan salah satu dari panca-Makara yang disebut Pancatattwa (Surasmi, 2007), yaitu sikap tangan yang menimbulkan tenaga-tenaga gaib (Soediman, 1977; Soekmono, 1988). Atas dasar relevansi tersebut dapat diduga bahwa gambar telapak tangan kiri yang terdapat di bagian atas benda tersebut menunjuk kepada keberadaannya sebagai ciri dari aliran kiri dalam kepercayaan tantrayana.
Seperti yang diuraikan oleh Pott (1966) bahwa ajaran tantrayana terdiri dari dua aliran, yaitu right hand path atau aliran kanan (pawritti) dan left hand path atau aliran kiri (niwritti). Aliran kanan menekan dan mengendalikan organ indera dari panca-Ma, sementara aliran kiri justru membebaskan organ indera dari panca-Ma.
B. Garuda dikenal dalam mitologi Hindu sebagai lambang kebebasan, hidup bebas di alam terbuka yang tidak terikat oleh sesuatu batas (Santiko, 1971). Sementara hubungan antara garuda dengan amerta dapat dilihat di dalam Adiparwa (Mahabharata parwa pertama) yang disebut cerita "Garudeya", yaitu ketika garuda menebus dewi Winata ibunya, dari perbudakan dewi Kadru dengan siasat menukarnya dengan air amerta milik para dewa (Santiko, 1971; Mellema dan Poerwadarminta, 1934). Di Indonesia, fragmen relief garuda dikenal dalam seni arca, relief candi, serta fragmen ornamen prasasti maupun yoni. Dalam seni arca dapat disebutkan sebagai contoh adalah garuda yang menyertai arca Wisnu dari candi Banon Jawa Tengah. Bentuk garuda di sini digambarkan sangat kecil berdiri di belakang kaki arca Wisnu.
Sementara arca Wisnu naik garuda dari patirthan Belahan, penggambaran arca garuda besarnya melebihi arca Wisnu yang berada di atas pundaknya (Bernet Kempers, 1959). Penggambaran garuda di relief candi dijumpai pada dinding kaki candi Kidal, candi Kedaton, dan candi Sukuh (Bernet Kempers, 1959). Sedangkan fragmen ornamen ‘garuda muka’ di prasasti dapat dijumpai pada sejumlah prasasti raja Airlangga yang memang digunakan sebagai cap kerajaan(Susanti, 2010), dan fragmen ornamen pada batu yoni salah satunya dijumpai di candi Sawentar-Blitar. (.................)
[ 1 ] [ 2 ] [ 3 ]
Di bawahnya terdapat hiasan burung garuda dengan tangan kiri membawa guci amerta, sementara tangan kanan diarahkan ke kanan dengan telapak tangan bersikap ‘kartarimudra’, yaitu jari telunjuk dan tengah membentuk seperti gunting, sementara tiga jari lain disatukan dengan ditekuk di bawahnya. Muka garuda menghadap ke arah depan dengan paruh yang terbuka. Berambut ikal, mata bundar melotot. Memakai kundala (anting), hara (kalung), keyura (kelat bahu), kankana (gelang), kuchabandha (ikat/hiasan dada), serta upavita (tali kasta).
Mengenakan kain bawah motif ‘jlamprang’ isian hiasan empat kelopak padma. Posisi kedua kaki seperti layaknya relief garuda yang terdapat pada candi Kidal dan arca dari Belahan, hanya saja kaki kiri garuda Belahan dan garuda candi Kidal, betis dan telapak kaki ditekuk dan tersembunyi di paha kiri. Sementara garuda ini betis dan telapak kaki kirinya dilempar keluar ke arah kiri, sehingga tampak seperti berlari. Kedua sayapnya dikembangkan lebar-lebar seperti garuda candi Kidal, sementara sayap garuda Belahan terkesan sebagian menutup (hal ini tentunya dipengaruhi oleh faktor bahan batunya yang tidak memungkinkan untuk menggambar sayap garuda yang mengembang penuh).
Gambar garuda tersebut di belakangnya sarat oleh hiasan suluran dan flora, sehingga menggambarkan pemandangan hutan, yang di bagian kanan-kiri figur garuda, sisi bawah dan atas, terdapat gambar figur manusia masing-masing berada dalam ceruk.
Figur manusia pada sisi kanan atas duduk dengan posisi kedua tangan bertumpu di atas kedua lutut kaki yang ditekuk ke atas (seperti seseorang sedang duduk di depan perapian). Kanan bawah, seseorang duduk dengan kaki kiri ditekuk ke atas, kaki kanan bersila, tangan kiri mengelus perutnya yang buncit, sementara tangan kanan berjuntai bertumpu, di depannya terdapat sebuah mangkuk.
Di kiri atas terdapat sosok yang sama dengan gambar kanan bawah. Sementara kiri bawah seseorang duduk samadi dengan sikap ‘padmasana’ dengan sikap tangan ‘dhyanamudra’, yaitu kedua telapak tangan disatukan di pangkuan kedua kakinya dengan telapak menghadap ke atas (mengingatkan kepada arca Budha Amitabha). Di belakang kepalanya ada ‘sirascakra’, yaitu lingkaran kesucian. Pada bagian ini terdapat 21 tempat batu permata yang batunya masih ada.
2. Bidang kedua (bagian tengah) terdapat gambar figur raksasa dalam sikap berdiri seolah-olah ‘pratyalidha’, yaitu kaki kanan ditekuk dan kaki kiri lurus. Berambut gimbal dengan hiasan ikat kepala sebagai mahkota dengan motif ‘dua tanduk’ (tanduk ini mirip tanduk kepala kala candi-candi Jawa Timur, terutama kepala kala candi Jago), yang ditengahnya terdapat hiasan bunga. Tangan kiri diayunkan ke samping kiri dengan sikap telapak tangan ‘abhayamudra’, sementara tangan kanan diarahkan ke samping kanan atas dengan membawa senjata gada.
Muka raksasa menghadap ke arah depan dengan mata bundar melotot, serta mulut yang menyeringai dengan gigi-gigi dan taringnya. Memakai kundala (anting), hara (kalung), keyura (kelat bahu), kankana (gelang), kuchabandha (ikat/hiasan dada), serta upavita (tali kasta). Juga mengenakan kain bawah motif ‘jlamprang’ isian hiasan empat kelopak padma, hanya isian yang ini lebih rumit dari isian motif jlamprang kain garuda.
Sama halnya dengan gambar garuda, latar belakang gambar raksasa inipun sarat oleh hiasan flora dengan pohon-pohon yang rindang yang menggambarkan pemandangan hutan, yang di bagian kanan-kiri figur raksasa sisi atas, terdapat figur-figur manusia berpakaian pertapa. Figur manusia pada sisi kanan atas duduk bersila di dalam ceruk, dengan tangan kanan diletakkan lurus ke bawah bertumpu, tangan kiri diletakkan dipangkuan paha kiri. Kanan atas, seseorang yang berdiri memandang ke arah seseorang yang duduk tadi dengan tangan kanan diangkat sejajar bahu, sedang tangan kiri berjuntai ke bawah. Jauh di belakangnya tampak sebuah bangunan balai dari kayu. Pada bagian ini terdapat 12 tempat batu permata yang batunya masih ada.
3. Bidang ketiga yang berada di bawah. Bergambar seseorang yang berdiri dengan posisi menari. Kedua tangan diangkat ke atas, dengan kedua telapak tangan menengadah ke atas. Sementara kedua kakinya ditekuk dengan kaki berjingkat. Figur ini berwajah raksasa dengan mata melotot dan mulut menyeringai. Mahkotanya adalah rambutnya yang disanggul tinggi (jata-makuta). Terdapat ‘sirascakra’ (lingkaran kesucian) di belakang kepalanya. Memakai kundala (anting), hara (kalung), keyura (kelat bahu), kankana (gelang), kuchabandha (ikat/hiasan dada), serta nupura (binggel). Pada bagian ini terdapat 5 tempat batu permata yang batunya masih ada.
4. Benda yang sarat dengan rangkain hiasan relief dan ornamen ini masih dihiasi dengan circir (kelintingan) pada sisi-sisi kanan dan kirinya, yang sekarang jumlahnya tinggal 13 buah.
Analisa Pembahasan
Dari hasil pemerian tersebut didapat beberapa identifikasi yang dapat digunakan sebagai landasan berpikir untuk menentukan kesejarahan maupun fungsi dari benda tersebut.
Beberapa identitas yang diperoleh adalah:
1. Gambar pergelangan dan telapak tangan kiri yang di dalamnya terdapat hiasan lidah api
2. Gambar burung garuda membawa guci amerta, mengenakan kain bawah motif jlamprang
3. Gambar raksasa membawa gada, mengenakan kain bawah motif jlamprang
4. Gambar figur manusia yang bersifat demonis sedang menari
5. Gambaran pemandangan hutan dengan beberapa orang yang sebagian berpakaian pertapa
6. Hiasan circir yang terdapat pada sisi-sisi kanan-kirinya.
Sebelum lebih jauh membahasnya, marilah kita tetapkan lebih dahulu bahwa benda tersebut merupakan artefak peninggalan pada masa Hindu-Budha, atas dasar motif sikap telapak tangan (mudra), garuda dengan amertanya, raksasa membawa gada, figur manusia yang berpakaian kedewaan bersifat demonis, serta hiasan flora sulur-sulur teratai yang mendasarinya.
Semua itu merupakan motif-motif pengaruh dari kepercayaan Hindu-Budha dari India.
A. Di Indonesia, lukisan tangan sejauh ini dapat ditelusuri dari peninggalan masa pra aksara dari leang Maros Sulawesi, yaitu cap-cap tangan kanan dan kiri dari manusia purba (Bernet Kempers, 1959; Hamka, 1980). Namun dalam hal hiasan tangan dan telapak tangan masa Hindu dan Budha, berhubungan dengan figur arca dewa. Di dalam ikonografi Hindu dan Budha, tangan dan telapak tangan berhubungan dengan sikap gerak tangan sebuah arca yang disebut hasta dan mudra.
Hasta adalah sikap lengan seluruhnya dengan sikap tangan beserta jari-jarinya, sedangkan Mudra adalah sikap telapak tangan beserta jari-jarinya (Maulana, 1984). Lukisan telapak tangan kiri dengan jari-jari yang terbuka, menunjuk kepada mudra tertentu. Hal ini mengingatkan kepada suatu kepercayaan tantra, yang dalam ritual upacaranya memiliki tiga aspek, yaitu: mudra, jari-jari yang berjalin dalam sikap-sikap tertentu; dharani, syair mistik dan mantra; serta dharana, yaitu konsentrasi yoga (Priastana, 2004).
Dalam hal ini mudra merupakan salah satu dari panca-Makara yang disebut Pancatattwa (Surasmi, 2007), yaitu sikap tangan yang menimbulkan tenaga-tenaga gaib (Soediman, 1977; Soekmono, 1988). Atas dasar relevansi tersebut dapat diduga bahwa gambar telapak tangan kiri yang terdapat di bagian atas benda tersebut menunjuk kepada keberadaannya sebagai ciri dari aliran kiri dalam kepercayaan tantrayana.
Seperti yang diuraikan oleh Pott (1966) bahwa ajaran tantrayana terdiri dari dua aliran, yaitu right hand path atau aliran kanan (pawritti) dan left hand path atau aliran kiri (niwritti). Aliran kanan menekan dan mengendalikan organ indera dari panca-Ma, sementara aliran kiri justru membebaskan organ indera dari panca-Ma.
B. Garuda dikenal dalam mitologi Hindu sebagai lambang kebebasan, hidup bebas di alam terbuka yang tidak terikat oleh sesuatu batas (Santiko, 1971). Sementara hubungan antara garuda dengan amerta dapat dilihat di dalam Adiparwa (Mahabharata parwa pertama) yang disebut cerita "Garudeya", yaitu ketika garuda menebus dewi Winata ibunya, dari perbudakan dewi Kadru dengan siasat menukarnya dengan air amerta milik para dewa (Santiko, 1971; Mellema dan Poerwadarminta, 1934). Di Indonesia, fragmen relief garuda dikenal dalam seni arca, relief candi, serta fragmen ornamen prasasti maupun yoni. Dalam seni arca dapat disebutkan sebagai contoh adalah garuda yang menyertai arca Wisnu dari candi Banon Jawa Tengah. Bentuk garuda di sini digambarkan sangat kecil berdiri di belakang kaki arca Wisnu.
Sementara arca Wisnu naik garuda dari patirthan Belahan, penggambaran arca garuda besarnya melebihi arca Wisnu yang berada di atas pundaknya (Bernet Kempers, 1959). Penggambaran garuda di relief candi dijumpai pada dinding kaki candi Kidal, candi Kedaton, dan candi Sukuh (Bernet Kempers, 1959). Sedangkan fragmen ornamen ‘garuda muka’ di prasasti dapat dijumpai pada sejumlah prasasti raja Airlangga yang memang digunakan sebagai cap kerajaan(Susanti, 2010), dan fragmen ornamen pada batu yoni salah satunya dijumpai di candi Sawentar-Blitar. (.................)
[ 1 ] [ 2 ] [ 3 ]