Balon Lebaran Ponorogo telah berlangsung sejak abad ke 15, tepatnya tahun 1496M yang pada awalnya merupakan tradisi masyarakat ponorogo yang kala itu beragama Budha (Seperti penerbangan lampion saat Hari Raya Tri Suci Waisak di Borobudur).
Selain itu tradisi menerbangkan balon di bumi Wengker telah ada pada abad ke 7, sejak zaman Sriwijaya hingga Medang sebelum masuknya islam di Ponorogo.
Bathara Katong / Raden Katong selaku pendakwah islam dan bupati pertama di Ponorogo kala itu mengubah tradisi tradisi menerbangkan balon yang biasa digunakan umat budha ponorogo menjadi balon yang bernafaskan islami dengan di terbangkannya setiap idul fitri, yang pada awalnya sebagai penghormatan kepada ki ageng kutu surya alam untuk mengurangi gejolak masyarakat Ponorogo atas gugurnya pimpinannya.
Dengan filosofi keluk hitam merupakan gambaran dari segala kekhilafan dan dosa untuk diterbangkan, dibuang, dan dilebur sehingga kita kembali ke Fitri.
Berdasarkan catatan yang ditemukan terkait tradisi petasan, adalah catatan Raden Kartawibawa, berjudul "Mertjonan" di tulis tahun 1923.
Orang Ponorogo, bekerja keras dan menabung setahun penuh, menjual kayu bakar, menjual rumput, untuk dibelikan mercon. Malah ada yang sampai menjual sapi.
Ada cerita, di hari lebaran jika ada tontonan di alun-alun, para warok jika mau mencari tempat duduk di depan maka mereka mengalungkan mercon besar berenteng renteng di tubuh mereka kemudian menyalakanya. Orang berlarian takut terkena ledakan mercon, tapi saudara kita warok tidak apa apa.
Lantas pasti akan banyak pertanyaan, balon jaman dulu terbuat dari apa? Balon jaman dahulu terbuat dari kertas.
Kita harus ingat sejarah bahwa Ponorogo merupakan suplier kertas dalwang/dluwang dengan pusat industrinya di Tegalsari Ponorogo yang mampu memenuhi permintaan pasar se Surakarta Raya saat itu, dan tak tanggung tanggung mereka juga bersaing dengan kertas produk Belanda seperti Pro Patria N Pannekoek.
Jadi model balon dahulu seperti lampion dan tidak besar seperti sekarang ini.
Lalu pasti ada pertanyaan apa sudah ada petasan / mercon? Trus obatnya pake apa ? Perlu diketahui pada waktu itu Sudah dengan menggunakan bubuk mesiu.
Kita harus ingat Nusantara jaman Majapahit sudah bisa membuat meriam dengan nama Cet Bang yang begitu ditakuti oleh musuh pada waktu itu. Ada juga Kyai Jogoboyo, Kyai Jagur, dan lain lain.
Konon salah satu daerah di Ponorogo juga pernah memproduksi meriam dengan empunya yang juga terkenal pada waktu itu.(*)
Pada masa saat ini ukuran balon udara sudah tidak lazim atau sudah melebihi ukuran pada waktu itu, sehingga keberadaan tradisi Balon udara ini banyak mengundang kritikan, perlu kembali mengingat sejarah balon itu sendiri agar tradisi tetap terus berlangsung.
Pemerintah daerah khususnya Ponorogo, juga telah berlakukan tata cara dalam menjaga tradisi balon udara tersebut, melalui event lomba balon udara, yang diharapkan mampu menekan balon balon liar yang dapat menggangu jalur penerbangan, menyebabkan kebakaran hutan dan lain lain. Sehingga tradisi balon udara tetap terjaga tanpa menimbulkan bahaya.
_________________
sumber :
- Catatan Raden Kartawibawa, berjudul "Mertjonan" di tulis tahun 1923.
- wikipedia, by RT. Koesoemawitjitra