Seringkali pemerhati sejarah, dibuat bingung dengan jati diri penguasa Palembang Arya Damar. Sekali waktu ia diceritakan sebagai Panglima Majapahit di tahun 1343 M, namun disisi lain sosok ini dikisahkan sebagai ayah angkat Raden Fatah, yang masa kehidupannya berjarak lebih dari 100 tahun.
Berdasarkan timeline, nampaknya ada dua sosok Arya Damar, yang sama-sama pernah menjadi pemimpin rakyat Palembang. Sosok pertama dikenal sebagai Panglima Majapahit Penakluk Pulau Bali, sementara lainnya adalah seorang Birokrat Majapahit, yang menjadi mualaf melalui dakwah Sunan Ampel.
Arya Damar (Adityawarman) adalah putera pejabat kerajaan Singasari yang bernama Adwaya Brahman, sementara ibunya Dara Jingga, seorang putri Kerajaan Darmasraya. Diperkirakan Arya Damar lahir pada tahun 1294 M, merupakan keturunan dari Sri Muliwarman Raja di Sumatra.
Dara Jingga yang dikenal sebagai ibu kanduang bagi masyarakat minang adalah kakak dari dara pethak yang dinikahi oleh Raden Wijaya dan menurunkan Kalagemet, Sang Jayanegara. Menurut salah satu versi Dara Jingga juga dinikahi oleh Raden Wijaya sebelum dibawa ke Palembang.
Diceritakan, Dara Jingga melarikan diri (karena difitnah) dalam keadaan mengandung, dan diambil oleh salah satu dari keluarga Raja Mauliwarmadewa yang bergelar Bethara Siwa di Melayu (dalam Pararaton Dara jingga Alaki Dewa).
Sembilan bulan kemudian Dara Jingga melahirkan seorang bayi laki-laki dan pada saat bayi itu lahir, ada sinar yang menyala di ubun-ubunnya sehingga bayi tersebut diberi nama Arya Damar (Pangeran yang Bercahaya) pada tahun 1294. Arya Damar lahir tepatnya di Siguntur dekat nagari Sijunjung.
Pada usianya ke-14 (tahun 1308), Arya Damar datang menemui Ayahnya Raden Wijaya.
Kedatangannya tidak diakui sebagai anaknya sebelum mampu melaksanakan ujian dari Raden Wijaya, antara lain yaitu menumpas para pepatih yang berkuasa di Tulembang/Situlembang (Sumatra).
Atas keampuhan dari keris yang bernama Sanghyang Tiga Sakti yang diberikan oleh Ibunya sehingga mampu melaksanakan ujian dari Raden Wijaya. Maka Arya Damar diakui sebagai putranya.
Tulembang/Situlembang adalah nama suatu tempat di sekitar palembang yg punya arti rawa rawa yaitu di daerah oki/ogan komering ilir karna sifat daerah itu punya kemiripan dengan maksud kata tulembang.
Selain itu ada dua tempat di oki yg memakai nama seperti nama para arya seperti pedamaran, pampangan dan di antara dua tempat itu ada satu tempat yg di sebut kedatuan/Kedaton.
Bukti lain yg mendukung adalah catatan kuno lampung yg menyatakan bahwa pedamaran dulu pelabuhan kuno lalu di wilayah kedatuan yg merupakan hutan larangan itu di temukan makam2 kuno yg nisanya berukir bunga teratai dan beberapa batu cadas berserakan padahal disitu wilayah rawa jauh dari berbatuan.
Karena jasanya maka Arya Damar diangkat menjadi Raja di Tulembang di bawah kekuasaan Majapahit.
Pada tahun 1308, Arya Damar kemudian dikawinkan dengan putri Cukim/cu chen dalam dialek han dari wilayah selatan Cina yang disaksikan oleh rakyatnya di Sumatra dan wakil dari Majapahit yaitu Patih Bagah, Patih Waham, Patih Demung Kalungsur dan diberikan mas kawin berupa Porcelin (Piring Kuno dari Cina) dan lainnya yang sampai sekarang masih disakralkan oleh keluarga Arya Damar di Sunantaya.
Perkawinan Arya Damar dengan Putri Cukim melahirkan Putra antara lain :
1. Arya Barak (Ratu Bhatãra di Wayan)puyang semidang aji/panglima timur
2. Arya Gading (Ratu Bhatãra di Made)puyang gading/panglima barat
3. Arya Yasa (Ratu Layang Petak) puyang melayang.
Tiga Putera Sang Arya Damar disebut : Ngurah Barak, Ngurah Gading dan Ngurah Yasa (Rajapurana / X3:9)
Keberadaa putra Arya Damar yg bernama Arya Barak/Panglima Timur kemungkinan ada di wilayah Ulu Ogan.
Selain banyak makam tua di Ulu Ogan di ditemukan bukti kuat tentang keberadaan majapahit yaitu lambang surya majapahit di puncak Slawi adapun bentuknya adalah lingkarang dengan bintang segi delapan sebagaimana lambang Surya Majapahit.
Sewaktu di Palembang Arya Damar banyak membantu Majapahit dalam mengembangkan wilayah taklukan dan menumpas pemberonrajan dalam negeri.
Dr Purwadi dalam buku Sejarah Raja-Raja Jawa menulis bahwa yang berhasil menumpas pemberontakan Sadeng pada tahun 1331 adalah Adityawarman.
Dia adalah sahabat Gajah Mada dari tanah Melayu, yang waktu itu sedang berkunjung ke Jawa.
Dengan jalur laut Adityawarman berhasil menghalau pasukan gajah Sadeng dengan melempar bola-bola api yang membuat mereka ketakutan dan Sadeng pun akhirnya takluk.
Gajah Mada pun berterima kasih kepada Adityawarman. Karena, dengan ditumpasnya pemberontakan Sadeng, dia diangkat menjadi Mahapatih.
Nama Arya Damar ditemukan dalam Kidung Pamacangah dan Usana Bali sebagai Panglima Majapahit menaklukkan Bali pada tahun 1343. Bersama Gajah Mada, seluruh Pulau Bali akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit setelah pertempuran panjang selama tujuh bulan.
Dari uraian Kitab Purana Bali Dwipa dinyatakan " Perang Arya Dhamar saking kulwan anekani perang lan sutanire anama Arya Kenceng, Arya Dhalancang, arya Tan Wikan (Arya Belog) " yang artinnya bahwa pada waktu Adityawarman ke Bali ikut serta putra beliau (dari istri yang lain) yaitu:
Arya Kenceng
Arya Dhalancang
Arya Tan Wikan ( Arya Belog )
Nama Adityawarman juga tertulis dalam prasasti Manjusri dalam manuskrip yang dipahatkan pada bagian belakang Arca Manjusri, bertarikh 1256 Saks 1343 M, di kompleks Candi Jago:
Di kerajaan yang dapat diperintah oleh sorang raja Raja Rajapatni, Adityawarman, yang berasal dari keluarganya, yang murni dan memiliki peran antara menteri saya Wreddaraja, telah membangun sebuah kuil ajaib di Jawa di Jinalayapura, yang ingin memimpin ibunya, dan ayahnya. kenalan dengan sukacita Nirwana”.
Dari Piagam Bendasari terdapat istilah tanda rakryan makabehan yang menyatakan urutan jabatan di Majapahit setelah raja, dimana disebutkan secara berurutan dimulai dengan dengan jabatan wreddamantri, sang aryya dewaraja, empu Aditya, sang aryya dhiraraja empu Narayana, rake mapatih ring Majapahit empu Gajah Mada, dan seterusnya.
Jadi dengan demikian jelas terlihat kedudukan Adityawarman begitu sangat tinggi di Majapahit sebagai Wreddamantri (Perdana Mentri) melebihi kedudukan dari Gajah Mada sebagau Rake Mapatih pada waktu itu.
Pada tahun 1347 Arya Damar menjadi penguasa tertinggi di Sumatra bergelar
nama : “Udayadityawarman Pratakramarajendra Mauliwarmadewa” dan bergelar “Maharaja Diraja” / Datuk Patih Nan Sebatang (prasati padang roco) tapi ia tak lagi berkedudukan di Palembang.
Palembang di pimpin sementara oleh oleh Patih Palembang saat itu yg bernama Arya Sampang/Arya Pampang. adalah Arya Damar berkuasa di Pagarruyung pada tahun 1347 lalu ia menikahi Puti Bungsu mendapat seorang penerus bernama Ananggawarman.
Adapun awal perpindahan Arya Damar ke wilayah tengah Sumatra karna terjadi untuk memenuhi perintah Tribuana Tunggadewi untuk menaklukan Siak, Rokan, Kutu/Kampar, Aru, Batam, Tamihang dan Lanuri.
Mungkin untuk menjaga stabilitas wilayah ia memindahkan kekuasaanya ke sana.
Dalam kronik Cina Adityawarman dua kali dikirim sebagai utusan Majapahit 1325 dan 1332 pada era Jayanegara untuk memperbaiki hubungan dan menjalin perdamaian Mongol-Majapahit pasca serangan Mongol era Sungasari. Selain itu Adityawarman tercatat ada 3 kali mengirim utusan ke cina pada tahun 1357, 1375, 1376.
Adipati Arya Dillah
Dalam buku Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries disebutkan bahwa tahun 1443 Swan Liong (Arya Damar), putra Raja Majapahit dengan seorang wanita Tionghoa, oleh Haji Gan Eng Chou (Arya Teja) telah ditunjuk sebagai kapten Muslimin Tionghoa di Palembang, sekaligus menjadi penguasa atas nama saudara perempuan-tirinya, yaitu Ratu Suhita dari Majapahit.
Catatan diatas bersesuaian dengan apa yang tertulis di kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong:
Swan Liong adalah putra raja Majapahit bernama Yang-wi-si-sa yang lahir dari seorang selir Cina. Mungkin Yang-wi-si-sa sama dengan Hyang Wisesa atau mungkin Hyang Purwawisesa. Kedua nama ini ditemukan dalam naskah Pararaton.
Swan Liong bekerja sebagai kepala pabrik bahan peledak di Semarang. Pada tahun 1443 ia diangkat menjadi kapten Cina di Palembang oleh Gan Eng Cu, kapten Cina di Jawa.
Swan Liong di Palembang memiliki asisten bernama Bong Swi Hoo. Pada tahun 1445 Bong Swi Hoo pindah ke Jawa dan menjadi menantu Gan Eng Cu.
Pada tahun 1451 Bong Swi Hoo mendirikan pusat perguruan agama Islam di Surabaya, dan ia pun terkenal dengan sebutan Sunan Ampel.
Swan Liong di Palembang memiliki istri seorang bekas selir Kung-ta-bu-mi raja Majapahit. Mungkin Kung-ta-bu-mi adalah ejaan Cina untuk Bhre Kertabhumi. Dari wanita itu lahir dua orang putra bernama Jin Bun dan Kin San.
Pada tahun 1474 Jin Bun dan Kin San pindah ke Jawa untuk berguru kepada Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel. Tahun berikutnya, Jin Bun mendirikan kota Demak sedangkan Kin San mengabdi kepada Kung-ta-bu-mi di Majapahit.
Kisah diatas bahwa ayah Arya Damar adalah Hyang Wisesa, atau Wikramawardana, yang tidak lain suami Kusumawardhani. Selain beristri anak Hayam Wuruk (Kusumawardhani) Hyang Wisesa juga menikahi seorang putri China.
Catatan dalam Kronik Cina diatas banyak hal yang bersesuaian dengan kisah Tuban dimana Gan Eng Cu adalah penguasa Tuban ke tujuh yang bergelar Arya Teja atau Syekh Abdurrahman putra Syekh Jalaludin dari Gresik yang mengislamkan Raden Arya Adikara dan menurunkan Arya Wilwatikta atau Pate Vira ayah Raden Said (Sunan Kalijaga).
Kelak Bong Swi Ho menikah dengan putri Gang Eng Cu (Arya Teja) yaitu Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila dan menurunkan Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) dan Raden Qasim (Sunan Drajat). Jin Bun (Raden Patah) menikahi salah satu putra Bong Swi Ho (Sunan Ampel) yaitu Dewi Asyiqah.
Cuma ada hal yang kurang tepat bahwa Jin Bun (Raden Patah) bukan putra Kung-ta-bu-mi atau Kertabhumi tetapi putra Kertawijaya dengan putri Cina Sui Ban Ci yang diserahkan kepada Swan Liong dan menjadi ayah tiri Jin Bun kakak ipar dari putranya, Kin San (Raden Kusen).
Ketika Swan Leong (Arya Damar) dikirim ke Palembang oleh Gang Eng Cu (Arya Teja) untuk mengamankan perairan Palembang dari para perompak China, ia kedatangan Bong Swi Ho dari Champa. Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, akhirnya Swan Liong menjadi seorang mualaf, dan memiliki nama baru Arya Abdillah (Arya Dillah).
Sejarah mencatat, Adipati Arya Dillah ikut berperan dalam mengasuh anak angkatnya yang bernama Raden Fattah. Kelak di kemudian hari, Raden Fattah yang bergelar Panembahan Pakembang diangkat menjadi Sultan Demak oleh Walisongo pada tahun 1478 M.
Tetapi menurut versi yang lain, berdasarkan catatan lama As-Sayyid Bahruddin Azmatkhan & As-Sayyid Shohibul Faroji diketahui bahwa leluhur Arya Dillah adalah seorang Azmatkhan. Artinya Arya Dillah adalah seorang Sayyid atau Ahlul Bait.
Adanya data nasab bahwa Arya Dillah adalah seorang Sayyid membuktikan jika Palembang sudah lebih awal dimasuki oleh keluarga besar Azmatkhan.
Nama aslinya memang Abdullah, sedangkan Arya Damar adalah gelar kebangsawananya.
Jadi jangan dibalik kalau Arya Dillah justru nama julukan, Arya Dilllah/atau Sultan Abdullah Azmatkhan adalah nama Asli.
Dalam hal pernikahan Arya Dillah dengan Syarifah Zaenab (ibu Raden Fattah) dilakukan secara normal, suci dan sesuai dengan syariah Islam dan sesuai dengan cara kafa’ah.
Jadi wajarlah jika suatu saat ibu Raden Fattah yang bernama Syarifah Zaenab binti Sayyid Ibrahim Akbar Samarqandi itu menikah dengan Arya Dillah atau Sayyid Abdullah Azmatkhan melahirkan Raden Husein atau Adipati Pecat Tanda Terung yang salah satu putrinya dinikahi oleh Sunan Kudus dan menurunkan Amir Hamzah berkedudukan di Palembang menggantian ayah mertuanya sebagai Panembahan Palembang. (*)
________________
Sejarah tokoh
- Dr Purwadi, dalam buku Sejarah Raja-Raja Jawa.
- Slamet Muljana, dalam keterangannya.
- Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries.
-