🔲 UPDATE

Sesaji dan Syarat Munggah Molo (Kuda-kuda rumah)

Tradisi Munggah Molo dan Makna Sesaji Yang Menyertainya


Dalam salah satu pepatah mengatakan bahwa Rumahku adalah Istanaku, oleh sebab itu sekiranya perlu memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rezeki.

Rasa syukur ini dalam adat Jawa di wujudkan dalam bentuk upacara adat munggah molo, Upacara Adat Munggah Molo merupakan salah satu yang ada dalam tradisi Jawa atau tradisi nenek moyang yang dalam era millenium ini menjadi salah satu khasanah budaya yang ada di nusantara.

Tradisi ini dilakukan ketika seseorang dalam proses membangun rumah, lebih tepat waktunya ketika menaikkan kerangka / kuda-kuda atap rumah (Molo) untuk penyangga genteng.

Prosesi adat Munggah Molo ini biasanya dilaksanakan ketika pagi hari, yang didahului dengan mencari hari baik jauh-jauh hari, yang kemudian dilengkapi dengan berbagai syarat yang tersaji atau dalam adat jawa disebut sesajen (sesaji) yang semuanya memiliki filosofi tersendiri di antara sesaji tersebut : Gedhang setandan (pisang yang banyak) dimaksudkan agar terbinalah kekompakan dan harmonisasi diantara keluarga dan masyarakat sekitar.

Tebu yang di cabut dari pangkalnya bermaksud agar keluarga beristiqamah dalam melakukan kebaikan layaknya pangkal tebu yang tegak menopang batang tebu, sewit Pari (satu ikat padi kuning) dimaksudkan agar keluarga dapat menggapai kejayaan dan kemakmuran akan tetapi semakin jaya semakin menunduk (tawadhu') tidak sombong, kelapa melambangkan agar keluarga menjadi kuat dan dapat bermanfaat untuk sesama (rahmatan lil 'alamin), bendera merah putih menandakan nasionalisme, koin (uang receh) sebagai modal untuk usaha, dada pasar (jajanan pasar) sebagai panjatan rasa syukur.

Pakaian keluarga menandakan keluarga harus selalu menjaga akhlaqul karimah dengan menutup aurat, kendi , paku emas (paku warna emas), kayu salam dan daun salam mengharapkan keselamatan dari Allah SWT, payung agar tuhan semesta alam dapat melindungi dengan rahmat-Nya, ayam panggang, dan pohon pisang.

Setelah syarat-syarat tersebut sudah ada kemudian keluarga memanggil tokoh agama untuk mendo'akan dan memimpin prosesi adat tersebut, dan diakhiri makan bersama para tukang bangunan dan masyarakat sekitar. (*)



______________
Sumber : Kitab Primbon Betaljemur Adammakna