Pada tahun 1741, akibat kerusuhan di Kartasura, Ngawi dan banyak kota di Jawa Tengah banyak orang Tionghoa mengungsi ke Lasem.
Adipati Widyaningrat mengajak Raden Panji Margana untuk melindungi para pengungsi dan beliau langsung menyetujui mengingat Raden Panji Margana sangat benci Belanda dan juga pada Sunan Pakubuwono II.
Untuk itu Raden Panji Margana menimbun rawa Sambong dan Narukan di barat kota Lasem menjadi pemukiman para pengungsi.
Para pengungsi Tionghoa dan juga warga Lasem yang dendam kepada VOC akhirnya sepakat mengangkat senjata untuk mengusir VOC dari pulau Jawa dan akhirnya mereka sepakat mengangkat tiga serangkai pemimpin pembrontakan terhadap VOC, yaitu :
1. Raden Panji Margana yang akan menyamar sebagai orang Tionghoa dengan nama Tan Pan Ciang dan berpakaian baju hitam celana pangsi hitam seperti pendekar kungfu pada waktu itu.
2. Tan Kee Wie seorang pengusaha tambak ikan dan pembuat ubin terra-cotta yang gemar berderma untuk fakir miskin, juga adalah pendekar kungfu kota Lasem.
3. Raden Ngabehi Widyaningrat – Tumenggung Lasem alias Oey Ing Kiat.
Penyerangan oleh Pembrontak Lasem ini dibagi menjadi dua kelompok, kelompok penyerang dari Laut dipimpin oleh Tan Kee Wie dan kelompok penyerangan jalan kaki dipimpin oleh Raden Panji Margana dan Raden Ngabehi Widyaningrat.
Pada awalnya perlawanan dibantu oleh para pembrontak dari Dresi dan Jangkungan mereka menyerang tangsi Belanda di Rembang. Tangsi tersebut berhasil diporak porandakan serta banyak serdadu Belanda dan kaki tangannya terbunuh.
Kemudian dari Rembang mereka bergerak ke Barat dengan menyerang tangsi Belanda di Timur sungai Juwana. Dalam penyerangan ini mereka dibantu pembrontak Tionghoa dan Jawa dari Purwodadi.
Namun pertahanan Belanda di Juwana ini sudah diperkuat dengan senapan api dan meriam VOC dari Semarang sehingga pada serangan pertama pada siang hari mereka gagal.
Pada penyerangan kedua menjelang subuh esok harinya dari arah selatan dengan memakai rakit bambu dan batang pisang melalui sungai Juwana mereka dapat merebut tangsi tersebut.
Keesokan harinya datang lagi bala bantuan VOC dari Semarang yang mengakibatkan kerugian besar dipihak pemberontak tetapi akhirnya kemenangan dapat diraih mereka.
Dari kota Juwana mereka hendak menyerang tangsi Belanda di Jepara. Tan Kee Wie dengan armada Jung dan perahu berangkat dari Dresi, sampai dipesisir Tayu mereka dapat tambahan orang Tionghoa Tayu yang juga sudah siap ingin ikut menyerang Belanda di Jepara.
Malang tak terelakkan karena sewaktu jung yang dinaiki Tan Kee Wie melewati celah antara Ujung Watu dan Pulau Madalika ditembaki meriam Belanda dari dua sisi sehingga jung tersebut pecah kena peluru meriam dan beliau tewas ditengah laut ( 5 Nopember 1742 ) .
Sisa armada Lasem yang selamat berbalik arah ke timur dan mendarat di timur Ujung Watu, melalui hutan Danareja mereka menyerang Belanda di Ujung Watu pada esok pagi buta.
Pada penyerangan ini hanya sebagian kecil serdadu Belanda yang bisa lolos lari ke Jepara sedangkan yang lainnya terbunuh. Karena kekuatan pemberontak di Ujung Watu tinggal sedikit, akhirnya mereka memutuskan kembali ke Lasem lewat laut sambil membawa rampasan senapan, amunisi dan senjata lainnya.
Untuk menghormati kepahlawanan Tan Kee Wie dan rekan-rekan mereka yang gugur maka dibuatlah prasasti batu granit berukir ditempatkan pada batas tembok Tan Kee Wie di Batok Mimi yaitu bagian kiri dari muara sungai Paturen yang membelah kota Lasem.
Adapun peninggalan yang masih tersisa di Lasem sampai sekarang antara lain :
1. Kitab Sabda Badra Santi yang disimpan di rumah Raden Panji Margono yang masih keturunan dari raja-raja Lasem sekaligus putra Adipati Lasem Tejokusumo V.
2. Punden Perabuan Eyang Santibadra, Bukit Tapaan, Ngasinan, Warugunung
3. Pertapaan Gebang, Warugunung
4. Punden Perabuan Bhre Lasem (Peruntuhan Candi Maladresmi), Gowak
5. Pertapaan Mandirasari, Gunung Selembu, Rakitan
6. Pelabuhan Regol, Bonang Binangun
7. Makam Pangeran Wiranegara, Sriombo
8. Makam Pangeran Wirabajra, Sriombo
9. Perabuan Putri Cempo Bi Nang Ti dan Pangeran Badranala, Bonang
10. Reruntuhan Taman Sitaresmi, Caruban,Gedongmulyo
11. Reruntuhan Taman Kamalapuri, Bumi Makam Kutha, Sumbergirang
12. Reruntuhan Candi Pucangan, Tasiksono
13. Reruntuhan Candi Ratnapangkaja, Semangu,Karangturi
14. Situs Batu Tapak (Tapak Kaki Hayam Wuruk),Kajar
15. Situs Lingga Kajar, Kajar.
(*)
Adipati Widyaningrat mengajak Raden Panji Margana untuk melindungi para pengungsi dan beliau langsung menyetujui mengingat Raden Panji Margana sangat benci Belanda dan juga pada Sunan Pakubuwono II.
Untuk itu Raden Panji Margana menimbun rawa Sambong dan Narukan di barat kota Lasem menjadi pemukiman para pengungsi.
Para pengungsi Tionghoa dan juga warga Lasem yang dendam kepada VOC akhirnya sepakat mengangkat senjata untuk mengusir VOC dari pulau Jawa dan akhirnya mereka sepakat mengangkat tiga serangkai pemimpin pembrontakan terhadap VOC, yaitu :
1. Raden Panji Margana yang akan menyamar sebagai orang Tionghoa dengan nama Tan Pan Ciang dan berpakaian baju hitam celana pangsi hitam seperti pendekar kungfu pada waktu itu.
2. Tan Kee Wie seorang pengusaha tambak ikan dan pembuat ubin terra-cotta yang gemar berderma untuk fakir miskin, juga adalah pendekar kungfu kota Lasem.
3. Raden Ngabehi Widyaningrat – Tumenggung Lasem alias Oey Ing Kiat.
Penyerangan oleh Pembrontak Lasem ini dibagi menjadi dua kelompok, kelompok penyerang dari Laut dipimpin oleh Tan Kee Wie dan kelompok penyerangan jalan kaki dipimpin oleh Raden Panji Margana dan Raden Ngabehi Widyaningrat.
Pada awalnya perlawanan dibantu oleh para pembrontak dari Dresi dan Jangkungan mereka menyerang tangsi Belanda di Rembang. Tangsi tersebut berhasil diporak porandakan serta banyak serdadu Belanda dan kaki tangannya terbunuh.
Kemudian dari Rembang mereka bergerak ke Barat dengan menyerang tangsi Belanda di Timur sungai Juwana. Dalam penyerangan ini mereka dibantu pembrontak Tionghoa dan Jawa dari Purwodadi.
Namun pertahanan Belanda di Juwana ini sudah diperkuat dengan senapan api dan meriam VOC dari Semarang sehingga pada serangan pertama pada siang hari mereka gagal.
Pada penyerangan kedua menjelang subuh esok harinya dari arah selatan dengan memakai rakit bambu dan batang pisang melalui sungai Juwana mereka dapat merebut tangsi tersebut.
Keesokan harinya datang lagi bala bantuan VOC dari Semarang yang mengakibatkan kerugian besar dipihak pemberontak tetapi akhirnya kemenangan dapat diraih mereka.
Dari kota Juwana mereka hendak menyerang tangsi Belanda di Jepara. Tan Kee Wie dengan armada Jung dan perahu berangkat dari Dresi, sampai dipesisir Tayu mereka dapat tambahan orang Tionghoa Tayu yang juga sudah siap ingin ikut menyerang Belanda di Jepara.
Malang tak terelakkan karena sewaktu jung yang dinaiki Tan Kee Wie melewati celah antara Ujung Watu dan Pulau Madalika ditembaki meriam Belanda dari dua sisi sehingga jung tersebut pecah kena peluru meriam dan beliau tewas ditengah laut ( 5 Nopember 1742 ) .
Sisa armada Lasem yang selamat berbalik arah ke timur dan mendarat di timur Ujung Watu, melalui hutan Danareja mereka menyerang Belanda di Ujung Watu pada esok pagi buta.
Pada penyerangan ini hanya sebagian kecil serdadu Belanda yang bisa lolos lari ke Jepara sedangkan yang lainnya terbunuh. Karena kekuatan pemberontak di Ujung Watu tinggal sedikit, akhirnya mereka memutuskan kembali ke Lasem lewat laut sambil membawa rampasan senapan, amunisi dan senjata lainnya.
Untuk menghormati kepahlawanan Tan Kee Wie dan rekan-rekan mereka yang gugur maka dibuatlah prasasti batu granit berukir ditempatkan pada batas tembok Tan Kee Wie di Batok Mimi yaitu bagian kiri dari muara sungai Paturen yang membelah kota Lasem.
Adapun peninggalan yang masih tersisa di Lasem sampai sekarang antara lain :
1. Kitab Sabda Badra Santi yang disimpan di rumah Raden Panji Margono yang masih keturunan dari raja-raja Lasem sekaligus putra Adipati Lasem Tejokusumo V.
2. Punden Perabuan Eyang Santibadra, Bukit Tapaan, Ngasinan, Warugunung
3. Pertapaan Gebang, Warugunung
4. Punden Perabuan Bhre Lasem (Peruntuhan Candi Maladresmi), Gowak
5. Pertapaan Mandirasari, Gunung Selembu, Rakitan
6. Pelabuhan Regol, Bonang Binangun
7. Makam Pangeran Wiranegara, Sriombo
8. Makam Pangeran Wirabajra, Sriombo
9. Perabuan Putri Cempo Bi Nang Ti dan Pangeran Badranala, Bonang
10. Reruntuhan Taman Sitaresmi, Caruban,Gedongmulyo
11. Reruntuhan Taman Kamalapuri, Bumi Makam Kutha, Sumbergirang
12. Reruntuhan Candi Pucangan, Tasiksono
13. Reruntuhan Candi Ratnapangkaja, Semangu,Karangturi
14. Situs Batu Tapak (Tapak Kaki Hayam Wuruk),Kajar
15. Situs Lingga Kajar, Kajar.
(*)