SURABAYA - Fakultas Hukum Universitas Airlangga menggelar focus froup discussion (FGD) untuk keluarga korban Tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur.
Universitas Airlangga menyebut kegiatan ini digelar untuk lebih mendengar keinginan keluarga korban. Sehingga, hasil FGD dapat diteruskan ke lembaga pemerintah yang menangani tragedi Kanjuruhan.
Dalam FGD tersebut menghadirkan 9 narasumber yang terbagi dalam 5 bidang yakni Pakar Hukum Pidana, Pakar Psikolog , Ahli Kimia, Pakar HAM, dan Ahli Forensik, dan 16 perwakilan keluarga korban Kanjuruhan.
Selain memberikan penjelasan dan sanggahan mengenai penanganan kasus tragedi Kanjuruhan para pakar sejumlah bidang yang hadir juga mendengarkan keluhan dan keinginan keluarga korban.
Keluarga korban juga dibebaskan untuk menggali informasi seputar penanganan kasus tragedi Kanjuruhan.
Salah satu orang tua korban tragedi Kanjuruhan, Vincentius Aries mengaku tidak menitik beratkan pada persoalan hukum akibat peristiwa itu. Namun, lebih fokus pada langkah penanganan pasca kejadian tersebut.
Ia menyebut tragedi ini membuat korban mengalami trauma. Dia menilai pihak wajib harus menjamin penyembuhan trauma dan memberikan jaminan proses hukum.
"Kami menitik fokuskan setelah tragedi kanjuruhan yang mengalami trauma itu diperhatikan (mendapatkan trauma healing) kemudian kelanjutan proses hukumnya bagaimana ,harus diperhatikan," tutur Vincentius seperti dalam tayangan Metro Pagi Primetime di Metro TV, Kamis 8 Desember 2022.
Vincencius juga mengungkapkan, keinginan para pakar dalam Tinjauan FGD Tragedi Kanjuruhan yang diselenggarakan oleh Universitas Airlangga Surabaya telah membuka dan memperluas pandangan korban keluarga terkait penyelesaian hukum yang ada saat ini.
"Hanya itu poin yang kami umumkan. Yang sebelumnya kami tidak tahu bahwa kasus ini sudah diproses oleh Kepolisian, akhirnya kami tahu lewat para ahli. Selama ini kami tahu kan lewat media. Dengan demikian, keluarga korban kumpul, dijelaskan kami sedikit banyak meskipun tidak nyampe 50 persen yang masuk, tapi paling tidak kami tahu," ujarnya.
Menurut Vincencius, dari forum diskusi secara ilmiah tersebut mendapat informasi yang lebih luas. Selama ini hanya mendapatkan informasi satu arus dari beragam platform media (medsos….red) sehingga arus tersebut diyakini hampir seluruh keluarga korban.
“Para keluarga korban, saat ini mencoba berpikir jernih agar tidak membawa iklim suasana masyarakat kota malang, aksi turun ke jalan - unjuk rasa - membangkitkan dan lainnya,” katanya.
Ia juga menjelaskan banyak tekanan yang dihadapi para keluarga korban, memahamkan kepada para ahli bahwa mereka tengah dirundung kedukaan mendalam sekaligus terombang-ambing dalam tekanan banyak pihak.
“Informasi dari pakar ini diharapkan membuat pihak keluarga memiliki informasi yang utuh dan benar-benar terkait dengan tragedi tersebut,” tambahnya.
Sementara itu Dekan Fakultas Hukum (FH) Unair Iman Prihandono kembali menegaskan jika permohonan belum dan tidak menemukan adanya unsur pelanggaran HAM Berat dalam Tragedi Kanjuruhan. Menurutnya, di antara unsur pelanggaran HAM Berat harus bersifat sistematis atau meluas.
“Ada yang mengatakan kasus Kanjuruhan ini HAM Berat.” Terangnya
Saya juga menegaskan, jika di Kanjuruhan tidak ada unsur perluasan. Pasalnya, kejadian ini hanya berada di satu tempat yaitu di Stadion Kanjuruhan, Malang. Sedangkan untuk memenuhi unsur perluasan, maka dia harus berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain.
“Sehingga yang paling bisa kita analisa lagi yaitu unsur sistematisnya. Di unsur sistematis, kalau kita cek lagi unsur sistematis itu paling tidak ada dua kategori yang harus diisi untuk dia menjadi berat HAM,” tegasnya.
Dikomfirmasi Terpisah, Ketua Harian Komite Komunikasi Digital (KKD) Jawa Timur, Arief Rahman mengatakan Tragedi Kanjuruhan adalah duka bersama bangsa.
“Ini masalah kolektif yang perlu kita insyafi dan introspeksi bersama baik pengelola persepakbolaan, PSSI dan klub, masyarakat, pendukung hingga unsur penjaga keamanan,” kata Arief Rahman, Kamis (8/12/2022)
Menurutnya upaya menyalahkan, menyalahkan salah satu pihak, dan membingkai, tidak akan mengurangi duka keluarga yang kehilangan anak, istri maupun suami tercinta.
"Sebaiknya yang kita ambil ialah pelajaran berharga dari tragedi itu. Kompleks sekali bila diurai," tegas Arief Rahman.
Komite Komunikasi Digital Jatim lebih mendorong masyarakat untuk lebih arif dan cermat dalam menerima informasi apapun, khususnya dalam format digital dari gawainya.
Menurut Arief Rahman, sekarang ini masyarakat susah membedakan mana media dan mana media sosial.
Info dari medsos yang sering pembohong, tanpa verifikasi dan melenceng jauh dari fakta-fakta sering kali malah jadi referensi.
“Ini berbahaya karena menjauhkan kita dari upaya mencari akar masalah dan solusi bagi setiap persoalan fundamental,” jelas Arief Rahman.
Masih kata Arief Rahman, dalam tragedi memiliku itu, ternyata setelah keluarga korban dan masyarakat mendapat gambaran utuh dari peristiwa yang terjadi, menjadi lebih terbuka menerima.
“Meski saya sangat yakin tidak akan mudah menyembuhkan luka kehilangan mereka,tetapi setelah keluarga korban mendapat gambaran utuh dari peristiwa yang terjadi oleh para ahli, mereka terbuka dan menerima,” pugkas Arief Rahman.(**)