Ayahanda Bung Karno RM. SOEKEMI SOSRODIHARDJO
0 menit baca
Soekemi lahir sekitar tahun 1872 di desa Kalirejo, Wirosari, Grobogan. Ayahnya, Raden Hardjodikromo adalah putra Raden Danoewikromo yang makamnya ada di Kundhen, Wirosari, Purwodadi.
Bagi masyarakat setempat Raden Danoewikromo dianggap seorang pendatang. Beliau adalah putra Pangeran Haryo Mangkudiningrat dan masih cucu Sultan Hamengku Buwono II.
Perbedaan pendapat dengan sang kakak, Raden Mangoendiwiryo dalam menghadapi pemerintah Kolonial, membuatnya terpaksa meninggalkan desa Kalirejo.
Ia mengikuti adik perempuannya yang menikah dengan mantri guru di Tulungagung, Raden Kartodiwiryo.
Kepindahannya cukup beralasan, disamping menghindari situasi sosial ekonomi yang diakibatkan tanam paksa, juga karena di Wirosari sedang terjadi wabah penyakit kolera dan kelaparan.
Di tempatnya yang baru, Raden Hardjodikromo mendapat kedudukan yang baik sebagai seorang priyayi.
Istrinya, Raden Nganten Hardjodikromo adalah putri Raden Tumenggung Haryokusumo, putra Pangeran Serang. Pangeran Serang menikah dengan putri Bupati Blitar I, Raden Reksokusumo bernama Raden Ayu Warsokusumo, yang kemudian sering disebut Nyi Ageng Serang.
Dialah Bupati pertama yang berani melawan kebijakan pemerintah Kolonial, sehingga dibuang ke Ambon.
Jelas disini bahwa Raden Hardjodikromo adalah keturunan dari Sultan Hamengku Buwono II, sedang istrinya Raden Nganten Hardjodikromo adalah keturunan Sunan Kalijogo, karena Nyi Ageng Serang masih keturunan Kadilangu.
Mereka mempunyai sembilan orang putra dan putri, RA. Sadinem, RA. Soetinah, R. Soekemi, R. Soerjan, RA. Sademi, RA. Sri Rabingu, R. Soejono, RA. Soeratmi, R. Soedjadi.
Raden Hardjodikromo memberi nama putra ketiganya dengan nama singkat tapi bermakna dalam, Soekemi.
"Soe" dalam bahasa Jawa Kuno berarti baik, indah atau bagus. "Kemi" dalam bahasa Jawa memberi atau pemberian. Jadi pemberian yang indah.
Ayahnya menganggap dengan kelahiran putra ketiganya sebagai suatu pemberian yang baik dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Itu harus disyukuri. Ia berharap, kelak putranya mampu memberi tauladan yang baik bagi masyarakat atau orang banyak.(*)
Sumber :
Ayah Bunda Bung Karno
Nurinwa Ki S. Hendrowinoto dkk
Penerbit Republika.
Bagi masyarakat setempat Raden Danoewikromo dianggap seorang pendatang. Beliau adalah putra Pangeran Haryo Mangkudiningrat dan masih cucu Sultan Hamengku Buwono II.
Perbedaan pendapat dengan sang kakak, Raden Mangoendiwiryo dalam menghadapi pemerintah Kolonial, membuatnya terpaksa meninggalkan desa Kalirejo.
Ia mengikuti adik perempuannya yang menikah dengan mantri guru di Tulungagung, Raden Kartodiwiryo.
Kepindahannya cukup beralasan, disamping menghindari situasi sosial ekonomi yang diakibatkan tanam paksa, juga karena di Wirosari sedang terjadi wabah penyakit kolera dan kelaparan.
Di tempatnya yang baru, Raden Hardjodikromo mendapat kedudukan yang baik sebagai seorang priyayi.
Istrinya, Raden Nganten Hardjodikromo adalah putri Raden Tumenggung Haryokusumo, putra Pangeran Serang. Pangeran Serang menikah dengan putri Bupati Blitar I, Raden Reksokusumo bernama Raden Ayu Warsokusumo, yang kemudian sering disebut Nyi Ageng Serang.
Dialah Bupati pertama yang berani melawan kebijakan pemerintah Kolonial, sehingga dibuang ke Ambon.
Jelas disini bahwa Raden Hardjodikromo adalah keturunan dari Sultan Hamengku Buwono II, sedang istrinya Raden Nganten Hardjodikromo adalah keturunan Sunan Kalijogo, karena Nyi Ageng Serang masih keturunan Kadilangu.
Mereka mempunyai sembilan orang putra dan putri, RA. Sadinem, RA. Soetinah, R. Soekemi, R. Soerjan, RA. Sademi, RA. Sri Rabingu, R. Soejono, RA. Soeratmi, R. Soedjadi.
Raden Hardjodikromo memberi nama putra ketiganya dengan nama singkat tapi bermakna dalam, Soekemi.
"Soe" dalam bahasa Jawa Kuno berarti baik, indah atau bagus. "Kemi" dalam bahasa Jawa memberi atau pemberian. Jadi pemberian yang indah.
Ayahnya menganggap dengan kelahiran putra ketiganya sebagai suatu pemberian yang baik dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Itu harus disyukuri. Ia berharap, kelak putranya mampu memberi tauladan yang baik bagi masyarakat atau orang banyak.(*)
Sumber :
Ayah Bunda Bung Karno
Nurinwa Ki S. Hendrowinoto dkk
Penerbit Republika.