🔲 UPDATE

MK Putuskan Polisi Berhentikan Periksa Identitas Orang Sesuai Konstitusional

JAKARTA - Permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri) yang diajukan oleh Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK). 

“Amar putusan mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk keseluruhan,” kata Ketua Pleno Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang putusan pada Selasa (25/1/2022).

Sebelumnya, dalam permintaan Nomor 60/PUU-XIX/2021, mendalilkan Pasal 16 ayat (1) huruf d UU menyatakan, “Dalam rangka menyelenggarakan kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk: D. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan bertanya serta memeriksa tanda pengenal diri”. 

Para Pemohon mendalilkan telah timbul tanda dan ketakutan dalam diri para Pemohon ketika melakukan aktivitasnya kemudian diberhentikan oleh petugas kepolisian guna pemeriksaan identitas atau pengenal diri sebagaimana amanat a quo.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, Mahkamah berpendapat bahwa tidak ada batasan kewenangan kepolisian yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d Polri, menjadikan kepolisian melakukan tindakan yang menghargai dan menghargai orang lain. 

Persoalan yang Pasal pemohon mengajukan masalah konstitusionalitas norma, masalah-masalah implementasi dari norma 16 ayat (1) huruf d UU Polri.

implementasi norma terkait dengan tayangan kegiatan kepolisian yang marak di media massa, menurut Mahkamah, telah memiliki batasan yang jelas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, kode etik profesi, serta peraturan pelaksana lainnya.

“Oleh karena itu, baik aparat kepolisian maupun media massa diharapkan dapat selalu berhati-hati dalam menjalankan tugas dan agar tetap dalam koridor yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Hakim Manahan MP Sitompul yang membacakan pertimbangan putusan .

Dengan demikian, menurut Mahkamah, Pasal 16 ayat (1) huruf d UU Polri adalah norma yang konstitusional. Kekhawatiran Pemohon sehubungan dengan tindakan harkat dan martabat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28G ayat ayat (2) UUD 1945 dan perlakuan tidak akan diperlakukan semena-mena sebagaimana dijamin dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 merupakan masalah implementasi norma a quo, masalah inkonstitusionalitas norma .

Untuk diketahui, Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga menjelaskan kedudukan hukum para Pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia yang melakukan aktivitas sehari-hari di luar rumah. 

Para Pemohon diperiksa oleh aparat kepolisian guna melakukan pengecekan identitas pribadi sesuai dengan amanat Pasal 16 ayat (1) huruf d UU Kepolisian.

Pemohon alasan kegiatan patroli tersebut sering kali dilakukan pada malam hari. Tidak tertutup kemungkinan dilakukan juga pada siang hari. Saat pemeriksaan juga terdapat petugas kepolisian kepolisian yang kerap kali memarahi, membentak, meneriaki orang yang sedang diperiksa, hingga melakukan gerakan-gerakan manusia yang mengarah pada perendahan harkat dan martabat.

Kegiatan patroli polisi dapat disaksikan melalui tayangan televisi yaitu dalam Program 86 dan Jatanras yang dinaungi oleh Stasiun Televisi Net TV dan Program Polisi yang dinaungi oleh Televisi Trans7. sedangkan kanal youtube yang menayangkan hasil rekaman video tersebut adalah kanal Trans7 Official dan 86; Custom Protection serta kanal-kanal lainnya yang menampilkan tindakan-tindakan kepolisian dalam melakukan pemeriksaan yang harkat dan martabat manusia. 

Menurut para Pemohon, lengkap atau tidaknya identitas orang yang sedang diperiksa, di bawah pengaruh alkohol atau tidak, melakukan salah atau tidak, hal tersebut bukan merupakan alas an bagi petugas kepolisian untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada perendahan martabat manusia. 

Apalagi tindakan tersebut dilakukan sambil direkam dan ditayangkan di televisi atau youtube atau media lainnya sehingga dapat disaksikan oleh khayalak umum. Para Pemohon juga mengkhawatirkan setelah potensi rusaknya mental para Pemohon yang disebabkan oleh akibat yang ditimbulkan oleh hasil rekaman tersebut dapat diakses oleh khayalak umum.(hum_polri)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar