Di mulai Pada tahun 1512, Prabhu Silihwangi atau Prabhu Dewataprana Sri Baduga Maharaja penguasa Pajajaran pertama (1482-1521), mengutus putra mahkota Prabhu Anom Surawisesa atau Ratu Sangiang berlayar menuju Malaka demi melakukan perhubungan dengan Portugis yang sudah berhasil menguasai Malaka semenjak 1511.
Kedatangan utusan Pajajaran yang agung ini bertujuan untuk membahas kerjasama antara Pajajaran dan Portugis mengingat kedudukan Pajajaran sudah sangat terancam oleh pasukan Cirebon dan Demak.
Setahun kemudian, pada 1513 Portugis membalas mengirimkan utusan menuju Ibukota Pajajaran di Pakuan (Bogor sekarang) dengan dipimpn oleh Hendrik d’Leme, ipar Afonso d’Albuquerque, Gubernur Jenderal Portugis wilayah India.
Kesepakatan antara kedua kerajaan terjadi. Keduanya menyepakati sebuah kerjasama ekonomi maupun militer yang secara konkrit baru ditanda tangani pada 21 Agustus 1522, sembilan tahun kemudian menjelang pergantian kekuasaan dari Prabhu Silihwangi atau Prabhu Dewataprana Sri Baduga Maharaja kepada Prabhu Surawisesa.
Isi dari perjanjian tersebut adalah :
1. Portugis mendapatkan ijin dan perkenanan dari pihak Pajajaran untuk mendirikan benteng di Pelabuhan Banten dan Pelabuhan Kalapa (Jakarta sekarang).
2. Setiap kapal Portugis yang berlabuh akan diberikan muatan lada oleh Pajajaran, dan sebagai gantinya Pajajaran akan meminta barang-barang yang dibutuhkan.
3. Ketika benteng mulai dibangun, Pajajaran akan memberikan 1000 karung lada tiap tahun dan harus ditukar dengan barang keperluan Pajajaran sebanyak 2 costumodos (+/-351 kwintal).
Perjanjian ini adalah perjanjian bilateral yang bersifat internasional antara Kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Portugis. Melihat perjanjian yang sudah dibuat, Sultan Trenggana (1521-1546) yang berkuasa di Kesultanan Demak berasa cemas. Tak kalah cemas pula dengan Sunan Gunung Jati, penguasa Kesultanan Cirêbon (1479-1568).
Semenjak mendengar desas-desus perjanjian tersebut, Kesultanan Cirêbon telah mengirimkan pasukan jihad di bawah kepemimpinan Pangeran Hasanudin, putra Sunan Gunung Jati untuk merebut Bantên. Namun usaha tersebut mendapatkan perlawanan sengit dari Arya Suranggana, penguasa Bantên Girang yang masih ada di bawah kekuasaan Pajajaran.
Hingga pada 1526, mendapat desakan dari Sunan Gunung Jati, Sultan Trenggana mengirimkan pasukan Demak di bawah pimpinan Tubagus Pasai atau Fatahillah. Pasukan Demak lantas bergabung dengan pasukan Cirebon dan bergerak ke Bantên untuk membantu pasukan Pangeran Hasanudin.
Kedatangan pasukan Demak yang bernyali baja mampu memukul mundur pasukan Banten dan Banten dengan mudah berhasil dikuasai. Pangeran Hasanudin lantas dikukuhkan sebagai Adipati Banten secara sepihak dan Bantên dimasukkan ke dalam wilayah Cirebon secara sepihak pula.
Tugas dari Pangeran Hasanudin adalah mempertahankan Bantên jika pasukan Pajajaran atau Portugis datang hendak merebut kembali.
Berlanjut setelah berhasil mengusai Bantên, pasukan gabungan Dêmak dan Cirêbon bergerak ke Pelabuhan Kalapa. Sebagaimana Bantên, Kalapa yang ada di bawah kepemimpinan Tumênggung Jayamanggala digempur habis-habisan.
Banjir darah terjadi. Tumenggung Jayamanggala beserta keluarga dan pasukan Pajajaran serta penduduk Kalapa terbantai. Kabar peperangan yang terjadi di Kalapa sampai kepada Pajajaran.
Pasukan Pajajaran segera dikirimkan dari Pakuan ke Kalapa (dari Bogor ke Jakarta), namun terlambat, Kalapa sudah berhasil dikuasai sepenuhnya dan pasukan Pajajaran yang datang berhasil dipukul mundur kembali ke Pakuan.
Dua pelabuhan utama Pajajaran yang semula hendak dipergunakan sebagai basis armada Portugis sesuai perjanjian yang sudah dibuat, berhasil direbut oleh pasukan Dêmak dan Cirêbon. Direbut oleh orang-orang Jawir yang sudah masuk Islam. Pasukan Portugis sendiri datang terlambat, Francisco de Sa yang diberikan tugas untuk mendirikan benteng masih disibukkan dengan urusan di Goa karena dirinya diangkat menjadi Gubernur Goa di India.
Mendengar agresi militer yang dilakukan Dêmak, pasukan Portugis segera diberangkatkan ke Pajajaran dari Goa dengan 6 buah kapal. Fransisco de Sa tiba di Malaka tahun 1527 dan ekspedisi ke Pajajaran bertolak dari Malaka.
Mula-mula armada Postugis menuju Bantên, akan tetapi karena Bantên sudah dikuasai Pangeran Hasanudin, perjalanan dilanjutkan ke Pelabuhan Kalapa.
Armada Portugis terlambat mengetahui perubahan situasi, kapal mereka menepi terlalu dekat ke pantai dan menjadi mangsa sergapan pasukan Dêmak. Pembantaian armada Portugis terjadi besar-besaran.
Dengan kerusakan berat dan korban yang banyak, kapal Portugis berhasil meloloskan diri ke Pasai dan gagal membangun benteng di Pajajaran.
Peristiwa perebutan Pelabuhan Kalapa milik Kerajaan Pajajaran ini terjadi pada 22 Juni 1527.
Dan setelah berhasil direbut dengan pertumpahan darah hebat, pertumpahan darah dari orang-orang asli Kalapa, yaitu para pribumi Sunda kawula Pajajaran, Sultan Trênggana lantas mengganti nama Kalapa menjadi Jayakarta.
Dari nama Jayakarta tersebut akhirnya sekarang dikenal menjadi Jakarta. Dan tanggal 22 Juni pun disematkan sebagai hari lahir Jakarta.(*)
_______________________
Sejarah ibu kota Jakarta, jayakarta menjadi jakarta