Naga Siluman. |
Keris berdhapur naga Siluman ini ciri khasnya adalah penampakkan kepala ular tanpa badan dan ekor. Mulutnya menganga dan biasanya diberi sumpalan emas atau batu mulia. Butiran emas atau batu mulia ini dimaksudkan untuk menjinakkan tuah keganasan seekor naga.
Ini tentunya untuk yang mempercayainya.
Namun Naga Siluman dengan hiasan butir emas atau batu mulia itu memang mempercantik tampilan keris tersebut.
Dhapur Naga Siluman ini selalu memiliki ricikan berupa :
sraweyan, ri pandan dan greneng. Secara khusus, dhapur Naga Siluman selalu ber-luk 13.
Tapi secara umum, ada juga Naga Siluman dengan jumlah luk bervariasi mulai dari lima, hingga tiga belas.
Karena itu pula, disebut dalam buku itu, penyebutan keris Naga Siluman sebaiknya selalu disertakan jumlah luknya.
Rata-rata, dhapur Naga Siluman memilki gonjo berbentuk kelap lintah. Namun ada juga Naga Siluman yang tidak ber-luk, atau keris lurus atau bener.
Disebutkan oleh Basuki Teguh Yuwono dalam bukunya, Keris Naga, bahwa Naga Siluman atau Naga Seluman, mempunyai ciri utama ber-gandhik naga berleher tapi tanpa badan dan ekor. Menurutnya keris naga siluman merupakan hasil perwujudan dari sosok ular, mahkluk gaib, dan manusia. Siluman atau Seluman adalah mahkuk gaib yang tidak kasat mata yang identik dengan kekuatan magis.
Badan naga yang tidak kasat mata di bilahnya bisa dipahami sebagai pesan ajaran, bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, sebaiknya selalu mengendalikan hawa nafsunya.. Pengendalian diri yang sempurna, akan membuat mata batin manusia bersih laksana danau bening, yang akan bisa menangkap dan menelan apapun pesan dari alam semesta, atau Tuhan yang Maha Daya.
Hiasan emas pada Naga Siluman biasanya sangat sederhana. Banyak dijumpai hanya pada mahkota naga, pangkal gandhik, dan kepala cicak gonjo.
Buku Keris Jawa, antara Mistik dan Nalar, karya Haryono Haryoguritno (HHG) tidak membahas panjang lebar soal keris dhapur Naga Siluman. HHG hanya mencoba mengartikan secara harfiah semata, bahwa naga siluman adalah naga gaib yang tidak terlihat badannya, hanya kepala saja.
Jadi jelas, dari ketiga pakar perkerisan itu membuat kesimpulan yang sama, bahwa keris dhapur Naga Siluman adalah keris gandhik naga tanpa badan dan ekor. Bila membuka buku lama, misalnya Serat Centhini Jilid 2 karya Ngabei Ranggasutrasna, maka disebutkan bahwa keris dhapur Naga Seluman adalah keris ber-gandhik naga tanpa badan dan ekor.
Sementara, kebalikan dari kesederhanaan keris dhapur Naga Siluman, adalah kemewahan keris dhapur Nagasasra. Keris ini oleh masyarakat perkerisan yang mengagungkan sisi estetika, dianggap sebagai keris kasta tertinggi.
Bentuknya juga ber-gandhik naga, dengan leher, badan, dan ekor sangat nampak. Tubuh naga ber-sisik memenuhi sekujur badannya hingga ekor, yang meliuk mengikuti bentuk luk-nya.
Nagasasra. |
Ciri yang khas dari keris Nagasasra adalah kepala naga berhias mahkota. Ada dua jenis mahkota pada keris Nagasasra. Yang satu berbentuk mahkota topong, mahkota kecil seperti yang dikenakan oleh Adipati Karno dalam versi wayang.
Satunya lagi, mahkota berbentuk makutha, seperti yang dikenakan pada Prabu Bathara Kresna. Karena bentuk mahkota Bathara Kresna ini seringkali keris Nagasasra ini disebut keris Nagaraja.
Ciri lain, antara lain, ekor naga berbentuk kudhup, dan memiliki greneng bersusun. Ricikannya adalah kruwingan, greneng dan ri pandan.
Dalam bukunya, Ensiklopedi Keris, Bambang Harsrinuksmo menyatakan, bahwa seperti halnya yang dilakukan para pemilik keris naga lainnya, mulut Nagasasra yang menganga biasanya juga disumpal dengan sebutir emas atau batu permata.
Kelaziman ini, konon, untuk meredam sifat ganas dan liar dari tuah keris naga tersebut. Bila dalam kondisi darurat, seperti perang, misalnya, sumpalan emas atau batu permata itu dilepas, agar tuahnya kembali memancar - dan menjauhkan pemiliknya dari ancaman jahat di kondisi tak menentu itu.
Menurut Basuki teguh Yuwono dalam bukunya, Keris Naga, makna moncong naga yang menggigit butiran emas atau batu mulia, dapat dihubungkan dengan konsep kekuasaan seorang Raja.
Ucapan raja adalah hukum yang berlaku. Makanya ada pepatah : Sabdo pandito ratu tan keno wola-wali. Ucapan seorang pandita dan raja, harus konsisten dan konsekwen - tidak boleh berubah-ubah.
Suatu alasan yang logis bila masyarakat perkerisan menganggap keris dhapur Nagasasra berkasta paling tinggi. Karena, dengan melihat relief dan hiasan emas yang menempel di bilahnya, maka inilah keris termewah.
Dalam tingkatan kesempurnaan hiasan emas, maka Nagasasra punya wedana sewelas. Artinya, dari tingkatan jenis wedana (permukaan pada bilah keris yang diberi hiasan emas), maka wedana sewelas adalah yang tertinggi. Ada wedana siji, loro, telu, gangsal, sapta, sanga, dan sewelas.
Dalam buku Keris Jawa, antara Mistik dan Nalar, HHG menjelaskan bahwa wujud hiasan yang sering dijadikan pola adalah bentuk tumbuhan (lung-lungan), hewan/satwa, kaligrafi Arab atau Jawa, atau bentuk manusia seperti patung dan wayang.
Menurut Pangeran Hadiwidjojo (dalam Keris Jawa, antara Mistik dan Nalar, 2006 : 248-249), bentuk relief tinatah gajah-singa pada bagian wuwung gonjo. merupakan sengkalan yang berbunyi Gajah Singa Keris Siji – Gajah (8), Singa (5), Keris (5), Siji (1) - atau tahun 1558 Jawa. Atau dalam Masehi, sama dengan tahun 1636.
Ini artinya dibuat pada masa Mataram di bawah Sultan Agung. Pada tahun itu, Mataram menaklukkan Pati di bawah Adipati Pragola II. Singa dimaksudkan sebagai lambang Mataram (Singa nggero), dan gajah sebagai lambang Pati (Gajah nggiwar).
Jadi, sebenarnya bila kembali pada pakem yang telah digariskan dan dicatat oleh para cendikiawan tosan aji, dari zaman dulu hingga sekarang, tidak terlalu sulit untuk memastikan dhapur sebilah keris.(*)
_______________________
Sumber Tulisan :
Menelisik Kembali Keris Dhapur Naga Siluman dan Nagasasra, Riyo S. Danumurti
_______________________
Bahan :
1. Buku Ensiklopedi Keris (Bambang Harsrinuskmo).
2. Buku Keris Jawa, antara Mistik dan Nalar (Haryono Haryoguritno)
3. Buku Keris Naga (Basuki Teguh Yuwono)
4. Serat Centhini (Ngabei Ranggasutrasna dkk)
5. Buku Dhapur Keris, Bambang Harsrinuksmo dan Lumintu