Kosmologi Pembangunan Sebuah Candi
0 menit baca
Secara konseptual, bentuk fisik candi menjulang tinggi merupakan replika Gunung Mahameru (tempat bersemayamnya dewa). Oleh karena itu, hiasan pada bangunan candi menggambarkan alam kedewaan yang serba indah (misalkan makhluk kahyangan dan bunga teratai).
Dengan demikian candi dapat dikatakan sebagai rumah para dewa yang kemudian diwujudkan dalam bentuk arca dewa sebagai objek pemujaan.
Secara vertikal, candi dibagi menjadi tiga bagian.
Kaki candi melambangkan bhurloka (tempat kehidupan manusia). Pada kaki candi di bagian tengah dan ke dalam terdapat sumuran candi untuk menempatkan peripih (yaitu elemen utama yang harus ada dalam pembangunan candi. Isinya berupa kepingan logam, batu mulia, dan biji - bijian.
Tubuh candi melambangkan bwahloka (dunia tengah tempat kehidupan manusia yang sudah disucikan).
Pada bagian ini biasanya diletakan arca dewa atau lingga yoni untuk obyek pemujaan.
Atap candi melambangkan swahloka (dunia atas tempat kehidupan para dewa).
Atap candi juga terdapat garbagrha. Tempat untuk transit dewa sebelum masuk ke obyek pemujaan karena dipanggil oleh pemujanya.
Dalam pembuatan candi ahli yang terlibat ialah :
Sthapaka adalah arsitek candi yang berasal dari kaum pendeta. Tugasnya ialah harus memahami dengan baik tentang kitab Silsapastra Manasara. Sehingga pembangunan candi sesuai dengan konsep keagamaan.
Sthapati adalah arsitek perencana yang memegang peranan utama dalam pelaksanaan pembangunan.
Sutragahin adalah pelaksana dan pemimpin umum dalam bidang teknis.
Taksaka yaitu ahli pahat candi. Tugasnya adalah memahat arca.
Vardhakin yaitu ahli seni hias candi. Tugasnya membuat hiasan pada relief dan batu - batu lainnya.
Selain mereka juga pasti terdapat banyak orang yang tugasnya mengangkut batu candi, penyetel balok batu, dan tukang masak.
Awalnya Sthapaka dan sthapati memilih dan menetapkan tanah yang akan dijadikan lokasi candi. Tanah yang telah dipilih atas dasar ciri - ciri tertentu dan telah lolos uji baik fisik maupun rohani.
Selama satu tahun, tanah dibiarkan diinjak - injak kawanan lembu. Pendeta kemudian mengadakan upacara pembibitan, pemercikan air suci, dan penggambaran vastupurusamandala yang sekaligus upaya untuk memberikan daya magis dan metafisik. Setelah itu baru dilakukan dengan pembangunan fisik.
Pembuatan relief dipahat pada bagian candi yang telah ditentukan. Pemahatan relief melalui tahapan : pembuatan sketsa, pemahatan secara garis besar, pemahatan secara detil, dan terakhir adalah menghaluskan permukaan relief.
Pembangunan fisik selesai selanjutnya diadakan upacara pentasbihan atau upacara penobatan arca dewa yang akan dipuja oleh masyarakat. Pendeta dan rakyat kemudian menetapkan bangunan suci dengan mengadakan upacara keagamaan.
Dalam penetapan bangunan suci juga biasanya dilakulan untuk penetapan sima (daerah perdikan atau bebas pajak). (*)
________________
sumber : Catatan Perjalanan Arkeolog Muda, Nur Kesawa.