Ki Ageng Panggung atau Raden Panggung juga Kyai Panggung, ada di daerah Tegal Jawa Tengah. Ditambah lagi dengan sepak terjang Dia dalam diskusi agama Islam masih menjadi diskusi di masyarakat.
Yang menantang bagi saya untuk menurunkan tulisan ini menentang bangunan makam Ki Ageng Panggung dan cerita kontroversi.
Ki Ageng Panggung mendapatkan tempat yang istimewa di hati masyarakat, buktinya makam yang dibuatnya dilengkapi dengan tampilan yang rumit, makam tokoh penting lainnya dan ditempatkan di tempat istimewa yang berbeda dengan makam orang kebanyakan.
Makam beliau ada di atas bukit bersebelahan dengan sungai Progo yang pemandangannya sangat indah, di Padukuhan Kutan RT: 06 Desa Jatirejo Kecamatan Lendah Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi makam tidak jauh dari pusat keramaian, kurang dari 1,5 km arah timur kantor kecamatan pengantar atau 1 km arah utara dari pasar brosot.
Mengunjungi Makam Ki Ageng Panggung seperti masuk ke dalam lorong waktu masa lalu, menunggu setelah mendengar cerita tentang sepak terjang dia dalam membahas ajaran agama Islam pada masa lalu. Untuk sampai ke daerah makam, kita harus mendaki bukit melalui "undakan" yang naik lebih dari 30 anak, di sekitar jalan menuju makam di sekitar rerimbunan pohon sampai di daerah makam.
Pohon-pohon besar seperti usianya mungkin lebih dari beberapa tahun, selain berdiameter besar, dahan dan ranting-rantingnya menjulang menaungi area makam, mengesankan asri dan segar oleh semilir angin di makam dekat kita sampai di daerah makam tersebut. Jati, beringin, angsana dan beberapa jenis pohon perindang ada di tempat ini.
Di dalam kompleks makam ini ada dua bangunan utama, pertama, bangunan seperti rumah tetapi terbuka, digunakan untuk menerima para peziarah serta memanjatkan doa dan kedua bangunan makam terdiri dari makam utama yang berisi di utara bangunan rumah dua nisan panjang berpagar 1 meter dan memiliki pintu inilah makam Ki Ageng Panggung dan 2 nisan besar di luar pagar tetapi tidak sepanjang yang ada di pagar. Tidak ada informasi yang akurat tentang siapa ke-dua orang yang dimakamkam di situ. Bisa jadi mereka adalah keluarga atau pengikut Ki Ageng Panggung.
Dari kompleks makam ini kita bisa menlihat pemandangan nan indah, aliran sungai Progo, Bendung Sapon dan pepohonan di pinggiran sungai di mana itu adalah keindahan di kampung di seberang sungai juga terlihat jelas. Kompleks makam sangat bersih, menandakan banyak pengunjung datang disamping itu pengelola makam / juru kunci juga rajin membersihkan tempat ini.
Siapakah Ki Ageng Panggung? Kalau benar dia sama dengan Kyai Panggung yang ada di Tegal Jawa Tengah, berarti dia adalah orang besar cucu dari Prabu Brawijaya V.
Dalam Serat Suluk Sumirang Malang, Pangeran Panggung meminta adiknya Pangeran Ngudung yang ditugasi sebagai Ki Cakrajaya alias Sunan Geseng. Dalam Serat Babad Jalasutra, ditulis bahwa Pangeran Panggung adalah guru Sunan Geseng. Ia meminta cucu dari Prabu Brawijaya V dengan meminta bernama Jaka Pamekas alias Pangeran Kanduwuran.
Meskipun sulit untuk membahas kebenarannya karena referensi yang terbatas, namun penulis mengajukan argumen yang tertukar (kacau) dengan nama putra Raden Patah (Raja Demak pertama) yaitu Bagus Pamekas dan Raden kanduwuran.
Buku Babad Jalasutra menggambarkan perjalanan Pangeran Panggung sejak masa kerajaan Demak hingga berdirinya kerajaan Mataram yang akhirnya di pimpin oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Jika di hitung kira-kira tahun Pangeran Panggung ini hidup sekitar tahun 1513-1613, tentang kebenarannya biar ahli sejarah nanti yang akan membahas.
Dalam Babad Jalasutra dikisahkan pada akhirnya, Pangeran Panggung mulai mendirikan padepokan di bukit Jalasutra. Disinalah juga, Pangeran Panggung yang kemudian bergelar Kyai Ageng Jalasutra dimakamkan atas kehendak Sultan Agung. Pemakamannya diadakan dengan upacara kehormatan (pakurmatan ageng) yang dihadiri oleh wakil Kanjeng Sultan Agung.
Merupakan muridnya yaitu Ki Cakrajaya, dimakamkan di dekat tempat tinggalnya di atas bukit di Padukuhan Kutan Desa Jatirejo Kecamatan Lendah Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.
Gambaran tentang makam Ki Cakrajaya ini, banyak juga orang yang mengerti bahwa Pangeran Panggung dan Ki Cakrajaya (Sunan Geseng) ini adalah pribadi yang Tunggal. dan alih mereka yakin, makam Ki Cakrajaya juga bertempat di bukit Jalasutra itu.
Tidak banyak yang dapat dikhususkan dari Pangeran Panggung kecuali membentuk padepokan dan hukum bakar yang ditimpahkan kepada para wali yang disetujui karena menjadi murid Syekh Siti Jenar. Kisah sang Pangeran yang dibakar namun tidak terbakar ini memiliki makna yang memberi pelajaran bagi para penempuh pengajaran makrifat. Tambahkan uraian makrifat yang di ajarkannya sebelum masuk ke api dan apa yang di tulisnya di dalam api, akan membantu mereka yang telah siap menerima pengajaran makrifat.(ny/netz)
Sumber : arsip wisata religi - kulonprogo