Dari kecil, istilah "Sedulur Papat Limo Pancer" sudah akrab di telinga kita. Terminologi ini merupakan bukti luasnya falfasah Jawa yang tak kalah enigmatis dan ilmiah dibandingkan ilmu-ilmu modern era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0.
Jawa tidak sekedar adiluhung, namun sangat ilmiah. Namun dalam kajian perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat, ada upaya para ilmuwan “meninabobokkan” hal itu. Buktinya, peradaban Jawa Kuno atau Nusantara Kuno tidak sering bahkan tidak pernah disebut dalam ilmu modern. Adanya, hanya Yunani Kuno, Mesir Kuno, China Kuno. Di mana Jawa atau Nusantara Kuno tersebut....
Dari epistemologi di atas sudah jelas dan ilmiah, manusia mau beragama atau ateis akan berteman dengan Sedulur Papat atau Kiblat Papat. Sebab, Sedulur Papat inilah yang akan memandu manusia menuju Tuhannya. Orang Jawa sendiri, menjadi Sedulur Papat Limo Pancer sebagai jimat, pakem, aturan, atau pedoman dalam berbagai kehidupan.
Apa wujudnya? Salah satunya filosofi Kiblat Papat Lima Pancer yang diartikan sebagai empat arah mata angin yaitu timur, selatan, barat dan utara sedangkan Lima Pancer yaitu tengah.
Bahkan, orang Jawa sendiri memasukkan itu ke dalam nama-nama hari (pasaran) yang menjadi penentu jodoh, rezeki, dan nyawa manusia.
Wujudnya, berupa konsep hari seperti pasaran legi (timur), pahing (selatan), pon (barat), wage (barat), dan kliwon (tengah/pusat).
Apakah hanya itu? Ternyata tidak. Kontekstualiasi Sedulur Papat juga menjelma dalam elemen dasar dalam kehidupan manusia. Seperti cipta, rasa, karsa, dan karya. Tanpa keempat hal ini, bisa jadi manusia hidup namun mati. Artinya, sangat konyol ketika manusia hidup namun tidak memiliki cipta, rasa, karsa dan karya.
Islam sendiri sudah mengonsep hal itu dengan riil ke dalam bab nafsu, tasawuf, dan kondisi hati manusia dalam Surat Al-Qiyamah (75:1-2). Dari ayat itu, dapat dilihat, bahwa manusia memiliki empat unsur paling dasar, yaitu lawwamah, supiyah, amarah dan mutmainah.
Lawwamah ini diartikan selemah apa pun manusia, pasti di dalam jiwanya terdapat sifat kejam dan berani membunuh. Jika diilmiahkan, sifat ini menjadi pertanda setiap manusia hidup membutuhkan tanah sebagai salah satu sumber hidup atau dalam tubuh manusia pasti mengandung zat tanah. Lambang warna dari sifat aluamah yakni hitam.
Supiyah mengandung arti yaitu sebagai sahabat hidup manusia yang selalu menginginkan harta benda dalam kemegahan serta kemewahan dunia. Lambang warna dari sifat supiyah yakni kuning. Amarah yaitu sifat selalu mengajak dan menginginkan hal berbau atau dalam ranah politik, kecerdasan akan tetapi lebih cenderung dalam kesombongan.
Dari keempat jenis ini, tidak mungkin manusia hanya memilih satu saja karena sudah digariskan dalam kehidupan.
Namun di antara keempat itu manusia harus dapat menyinergikan, memilah dan memilih mana yang potensi benar-salah, baik-buruk, indah-jelek untuk menggapai kehidupan bahagia dan pada akhirnya mengantarkan manusia kepada Tuhannya.
Tanpa Sedulur Papat Limo Pancer, bisa jadi manusia tidak tahu dirinya. Bahkan, filsuf Martin Buber (1878-1965) jauh-jauh hari menggagas konsep diri dalam kehidupan dengan tujuan agar manusia menjadi dirinya sendiri meskipun dalam dirinya ada diri-diri yang lain. Dari diri-diri yang lain itu, manusia harus dapat menggapai jati diri, hakikat diri, dan harga diri agar tidak membelah diri.
Sedangkan konsep diri perspektif Ibnu Miskawaih (1994: 43-44), manusia memiliki tiga bagian, yaitu al-quwwah alnatiqah (fakultas berpikir), al-quwwah algadabiyyah (fakultas amarah), dan alquwwah al-shahwiyah (fakultas nafsu syahwat). Sedangkan Imam Al-ghazali (1960: 291) membuat episteme fakultas berpikir dengan al-nafs al-insaniyyah (jiwa sebagai esensi manusia), fakultas amarah dengan istilah al-nafs alhayawaniyyat, dan fakultas nafsu syahwat dengan istilah al-nafs al-hayawaniyyah.
Mulai dari al-hikmat sebagai keutamaan akal, al-shaja‘ah keutamaan daya, al-gadab, al-‘iffah sebagai keutamaan daya al-shahwah, dan al-‘adalah sebagai keseimbangan daya itu. Keutamaan-keutamaan inilah yang harusnya digali, karena manusia selain badan, juga memiliki akal, nafsu/syahwat dan hati.
Sudah jelas, Sedulur Papat Limo Pancer merupakan bagian dari diri manusia yang harus diijtihadi, digali, dan disinergikan ke dalam kehidupan agar manusia dapat kembali kepada Tuhannya.
Uniknya, saat ini Indonesia berada pada era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 yang secara leksikal merupakan kesamaan dari Sedulur Papat (Revolusi Industri 4.0), Limo Pancer (Society 5.0). Ini bukan kebetulan, namun memang sudah sesuai dengan zeitgeist (spirit zaman).
Tantangan Jaman, Revolusi industri, bahwa : sinyal, kuota, internet, pulsa, semuanya adalah dunia maya, makhluk gaib / mitos yang kita yakini setiap hari.
Yang dijaman ini telah mawujud dan menguasai dunia.(*)
Sumber : kajian metafisika - javanese spiritual