Pada masa silam, daerah Magelang yang dikelilingi oleh sejumlah gunung dan pegunungan, adalah sebuah kawasan yang subur dan menjadi pusat peradaban Jawa Kuno.
Ditemukannya banyak candi dan prasasti, ini setidaknya sebagai bukti bahwa agama Hindu dan Buddha tumbuh dengan baik pada masa Kerajaan Mataram Kuno.
Meski tak ditemukan jejak di mana lokasi Kerajaan Mataram Kuno, kawasan Magelang yang dikelilingi Gunung Merapi, Gunung Sumbing, Gunung Merbabu, serta Pegunungan Menoreh, ditemukan tidak kurang dari 49 situs purbakala dan candi.
Ketika terjadi letusan dahsyat Gunung Merapi pada tahun 1006, hampir semua candi tersebut runtuh terkena hempasan lahar dingin dan terkubur material vulkanik. Peradaban saat itu musnah, bangunan dan masyarakat seperti lenyap di telan bumi. Tak ada sisa bangunan satu pun yang menunjukkan keberadaan Mataram Kuno. Yang tersisa, hanya bangunan candi-candi. Salah satunya yang termegah di dunia, yakni Candi Borobudur.
Pada saat letusan dahsyat Gunung Merapi, Borobudur diperkirakan terkubur abu vulkanik, dan bangunannya rusak parah.
Pada kurun 928 dan 1006, Raja Mpu Sindok memin-dahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah serangkaian letusan gunung berapi. Tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan. Akan tetapi, beberapa sumber menduga bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini.
Bangunan suci ini, disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365 oleh Mpu Prapanca, dalam naskahnya Nagarakretagama yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit. Ia menyebutkan adanya "Wihara di Budur". Selain itu, Soekmono (1976) juga mengajukan pendapat populer bahwa candi ini mulai benar-benar ditinggalkan sejak penduduk sekitar beralih keyakinan kepada Islam pada abad ke-15.
Candi tersebut ditemukan kembali pada tahun 1709– 1710, ketika seorang bangsawan Kerajaan Mataram Baru, Mas Dana, yang memberontak Pakubuwana I, ditangkap di bukit "Redi Borobudur". Bukit itu yang kemudian populer dengan nama Candi Borobudur.
Candi Borobudur tersembunyi dan terlantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik, yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar. Sehingga Candi tersebut kala itu benar-benar menyerupai bukit. Tidak diketahui secara pasti, sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha.
Pada masa awal penjajahan Belanda, banyak arca dari sekitar Candi Borobudur itu dijarah dan diburu para kolektor benda antik. Sebuah langkah fenomenal mengakhiri penjarahan massal itu dengan dipimpinnya pembongkaran Candi Borobudur oleh Theodoor van Erp dalam kurun waktu 1907 hingga 1911.
Setelah kemerdekaan, pada tahun 1960-an, Pemerintah Indonesia telah mengajukan permintaan kepada masyarakat internasional untuk pemugaran besar-besaran demi melindungi monumen ini. Pada 1973, rencana induk untuk memulihkan Candi Borobudur dibuat. Pemerintah Indonesia dan UNESCO mengambil langkah untuk perbaikan menyeluruh monumen ini dalam suatu proyek besar antara tahun 1975 dan 1982. Fondasi diperkokoh dan segenap 1.460 panel relief dibersihkan.
Dua candi lainnya yang satu rangkaian dengan Candi Borobudur adalah Candi Pawon dan Candi Mendut. Candi Pawon yang mungil itu diperkirakan dibangun pada abad ke-8 Masehi, sejaman dengan masa pembangunan Candi Borobudur dan Candi Mendut. Di bilik candi ini dulu diduga ada sebuah arca Bodhisatva yang terbuat dari logam perunggu sebagai penghormatan kepada Raja Indra. Menurut prasasti Karangtengah tahun 824 M, arca tersebut mengeluarkan sinar atau "vajra".
Sedangkan Candi Mendut sampai kini tidak diketahui dengan pasti, kapan candi ini dibangun. Menurut Bhiku Sri Pannyavaro Mahathera, dalam narasi di film video dokumenter "Permata yang terlupakan, candi-candi Budhis di Jawa" menyebutkan, nama asli candi ini adalah ‘Venuvana Mandira’, yang berarti istana di tengah hutan bambu. Ketika ditemukan kembali pada tahun 1834, candi ini tertutup tanah dan semak belukar. Seperti halnya Candi Borobudur, candi ini diperkirakan juga menjadi korban mahapralaya letusan dahsyat Gunung Merapi pada 1006 M.
Candi-candi lain yang terkubur hempasan lahar Merapi di wilayah Kabupaten Magelang, misalnya, sekelompok candi di tepian sungai Pabelan. Yakni Candi Pendem dan Candi Asu di Desa Sengi, serta Candi Lumbung di Tlatar, Krogowanan, Sawangan. Candi Pendem berada di tengah persawahan tak jauh dari Sungai Pabelan. (*)