🔲 UPDATE

Salah Kaprah Tentang Mitos Gerhana, Berikut Penjelasannya

Ada salah tafsir dalam hal mitos terjadinya  Gerhana, yang telah berkembang di masyarakat. Berikut ini penjelasan singkat tentang mitos Gerhana, oleh Heri Purwanto.

BAṬARA KALA itu hubungannya dengan kisah Murwakala alias Ruwatan. Menurut keyakinan Jawa, Baṭara Kala berhak memangsa kaum Sukêrta, antara lain anak tunggal, dua bersaudara, anak kembar, tiga bersaudara sama kelamin, tiga bersaudara selang-seling kelamin, dan sebagainya. Selain itu, Baṭara Kala juga berhak memangsa kaum Sêngkala, antara lain orang yg merobohkan dandang, orang yang mematahkan pipisan, orang yang membakar rambut, dan sebagainya.

Nah, karena daftar mangsa Baṭara Kala banyak sekali, maka Baṭara Wisnu turun ke dunia, menyamar sebagai Dalang Kaṇḍabuwana untuk meruwat orang-orang yang termasuk Sukêrta dan Sêngkala. Kalau sudah diruwat, maka mereka tidak lagi menjadi mangsa Baṭara Kala. Ilmu pangruwatan ini kemudian diajarkan oleh Baṭara Wisnu kepada murid-muridnya dan turun-temurun hingga sekarang. Khususnya, dikuasai oleh para dalang ruwat.

Sekarang kita bahas tentang mitos raksasa yang menelan matahari dan bulan, sehingga terjadi gerhana. Raksasa ini bernama RAHU, berasal dari dongeng India Kuno yang kemudian masuk ke Jawa dipadukan dengan kearifan lokal sini.

Ceritanya, para dewa hendak meminum air keabadian yang baru saja diperoleh dari Lautan Susu. Raksasa Rahu menyusup dan menyamar sebagai dewa supaya dapat bagian. Hal ini diketahui oleh Dewa Surya dan Dewa Candra. Mereka segera melapor kepada Dewa Wisnu. Segera Dewa Wisnu melepas senjata Cakra. Saat itu Rahu sedang mendapat giliran minum air keabadian. Tiba-tiba lehernya putus dipenggal senjata Cakra. Akibatnya, kepala Rahu menjadi makhluk abadi, sedangkan badannya menjadi mayat.

Rahu dendam kepada Dewa Surya dan Dewa Candra. Ia mengejar-ngejar dua dewa itu untuk menelan mereka. Seringkali usahanya berhasil. Rahu berhasil menelan Dewa Surya sehingga terjadilah gerhana matahari. Tapi karena sudah tidak mempunyai perut, maka Dewa Surya berhasil lolos dari kerongkongan Rahu. Begitu pula dengan Dewa Candra, bisa ditelan Rahu tapi berhasil lolos.

Ketika mitos Rahu ini masuk ke Jawa, ceritanya dikembangkan menurut kearifan lokal sini. Ketika terjadi gerhana, para wanita menabuh lesung yang dipercaya sebagai penjelmaan perut Rahu. Diyakini, apabila lesung ditabuh maka Rahu akan merasa mual dan memuntahkan matahari atau bulan.

Rahu juga dibuatkan nama RÊMBUCULUNG yang khas Jawa. Seringkali ia juga disebut KALA RAHU, sesuai kebiasaan masyarakat Jawa, bahwa semua raksasa dikasih gelar Kala.

"Nah, penyebutan KALA RAHU ini akhirnya rancu dengan BAṬARA KALA sehingga masyarakat awam sering keliru menyebut gerhana terjadi karena matahari atau bulan ditelan Baṭara Kala. Padahal, cerita aslinya ditelan oleh Rahu." Jelas Heri.

"Kalau penyebab gerhana menurut sains ya beda lagi. Sudah diajarkan di sekolah, tidak perlu saya bahas di sini." Tandas Heri.(*)



Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar